- Antara
Pengamat Kritik Pernyataan Prabowo Soal Politik Uang: Pemahaman yang Dangkal!
Kondisi itu, sambung Herdiansyah, dikhawatirkan akan berdampak semakin membuat kesadaran publik kian terbelakang. Dia khawatir publik akan terus terjebak dengan pragmatisme politik, siapa yg bayar maka akan dipilih.
“Padahal kita butuh pemilih cerdas yang memilih karena ide dan gagasan para calon, bukan karena isi kantungnya,” kata dia.
Dia mengingatkan bahwa mahalnya ongkos politik akan memicu pada tindakan korupsi. Herdiansyah mengungkapkan bahwa berbagai riset sudah dijelaskan terkait biaya yang harus dikeluarkan politisi ketika mengikuti pemilu.
Di tingkat DPRD kabupaten/kota misalnya, biaya yang dikeluarkan sekitar Rp15-20 miliar, lalu Rp20-100 miliar di tingkat provinsi dan akan meningkat dalam kontestasi pemilu presiden (pilpres).
Sementara itu, Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menegaskan bahwa sikap masyarakat yang menerima serangan fajar atau politik uang adalah sikap koruptif.
"Kepada masyarakat, bahwa serangan fajar yang dimaksudkan, misalnya dengan bagi-bagi uang dan sebagainya dalam proses-proses yang sedang berjalan, itu tindakan koruptif," kata Ali Fikri.
Ali menambahkan bahwa dengan menerima uang serangan fajar adalah bibit dari tindak pidana korupsi. Menurut dia, pihak yang membagi-bagikan uang tersebut pasti akan mencari cara untuk mengembalikan modal yang dikeluarkannya dengan cara korupsi.