Ketua Komisi Rekomendasi Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama, Ulil Abshar Abdalla, dalam konferensi pers hasil Munas Konbes NU di Jakarta, Selasa (19/9/2023)..
Sumber :
  • (ANTARA/Asep Firmansyah)

PBNU Tegas Soal Kasus Pulau Rempang, Begini Hasil Rekomendasi Para Ulama NU

Rabu, 20 September 2023 - 09:59 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Sikap tegas ditunjukan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) soal konflik yang tengah terjadi antara pemerintah dan masyarakat di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.

Sikap tegas PBNU dipicu usai terjadinya praktik kekerasan yang terjadi di Pulau Rempang antara warga dan aparat keamanan, terkait proyek Rempang Eco City.

Oleh karenanya, hasil rekomendasi Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU yang digelar PBNU di Jakarta, meminta masyarakat dan aparat untuk menghentikan kekerasan dalam menyelesaikan konflik agraria terkait proyek Rempang Eco City.

"Penggunaan pendekatan keamanan dan kekerasan dalam sengketa tanah rakyat haruslah dihentikan," kata Ketua Komisi Rekomendasi Munas Alim Ulama NU, Ulil Abshar Abdalla dalam konferensi pers hasil Munas Konbes NU di Jakarta, Selasa (19/9). 

Meski demikian, PBNU sangat mendukung peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi, namun harus dilakukan dengan cara-cara yang baik dan tidak melanggar hak-hak rakyat kecil.

"Sehingga kepentingan investasi pada akhirnya tidak mengorbankan rakyat kecil," ucapnya.

PBNU meminta kedua belah pihak antara rakyat dan pemerintah untuk saling menahan diri dan melakukan musyawarah untuk mencapai mufakat agar tak terjadi konflik diantara kedua belah pihak.

PBNU juga mengajak masyarakat Pulau rempang untuk terus berdoa kepada sang khalik agar mendapatkan solusi dan cara terbaik bagi kemaslahatan semua pihak.

Sebelumnya, Jauh sebelum terjadi konflik peralihan lahan Pulau Rempang, Nahlatul Ulama (NU) telah mengharamkan perampasan tanah rakyat yang dilakukan oleh negara. 

Keputusan itu diambil dalam Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi'iyah Muktamar Ke-34 NU pada 22-24 Desember 2021 lalu.

“Tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun baik melalui proses iqtha' (pemberian) pemerintah atau ihya (menghidupkan/mengelola), maka pemerintah tidak boleh (haram) mengambil tanah tersebut, itu kutipannya,” ujar Abdul Ghofur Maimoen dalam pesan tertulis yang diterima oleh tvOnenews.com pada Rabu (20/9/2023).

Abdul Ghofur Maimoen adalah Ketua Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi'iyah Muktamar NU ke-34 saat itu.

Kesimpulan Hasil Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi'iyah Pada Muktamar Ke-34 NU Soal Negara Mengambil Tanah Rakyat

Pemerintah berhak dan berkewajiban menentukan kebijakan pengelolaan tanah negara.  Dalam menjalankan haknya, pemerintah wajib memenuhi prinsip maslahat dan keadilan dan tidak melanggar konstitusi (UUD 1945). 

Pelanggaran pemerintah terhadap konstitusi (UUD 1945) hukumnya haram. Terkait pemerintah mengambil tanah yang sudah ditempati rakyat ini hukumnya ditafshil:

a). Tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun baik melalui proses iqtha' (pemberian) pemerintah atau ihya (menghidupkan/mengelola), maka pemerintah tidak boleh (haram) mengambil tanah tersebut bahkan pemerintah wajib merekognisi dalam bentuk sertifikat, kecuali jika terbukti proses iqtha tidak memenuhi prinsip keadilan dan kemaslahatan.

b). Jika rakyat melakukan okupasi (menempati atau mengelola lahan negara secara ilegal) maka pemerintah dapat mengambil tanah tersebut, karena termasuk mengelola lahan yang sudah ada pemiliknya tanpa izin.  Namun pengambil-alihan lahan dimaksud harus dilakukan dengan cara yang baik (ma'ruf) tanpa menggunakan kekerasan.

c). Jika pemerintah sudah memberikan lahan kepada seseorang/korporasi dan lahan tersebut sudah di-ihya/dikelola tapi kemudian berhenti dan menjadi terbengkalai maka dalam hal ini pemerintah boleh mengambil kembali lahan tersebut dengan mempertimbangkan kemaslahatan dan keadilan.  (put/mii)





 

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
03:06
04:32
01:23
03:07
02:33
04:17
Viral