Kapten Pierre Tendean.
Sumber :
  • Dok. Wikipedia - IG @pierresangpatriot

Mengenang Kapten Pierre Tendean, Pahlawan Revolusi yang Gugur di Hari Ulang Tahun Ibunya

Rabu, 27 September 2023 - 05:15 WIB

tvOnenews.com - Kamis, 30 September 1965, Maria Elizabeth Cornet, perempuan berdarah Perancis itu tengah merayakan ulang tahunnya di Semarang, Jawa Tengah. Pada momen bahagia seperti ini, biasanya putra semata wayangnya, Kapten Pierre Tendean selalu hadir menemaninya.

Namun hingga keesokan harinya, Jumat 1 Oktober 1965, Maria Elizabeth tak juga mendapatkan kabar dari putranya. Padahal Pierre Tendean telah berjanji akan pulang di hari ulang tahun ibunya itu.

Melihat kegelisahan sang ibu, Mitzi, kakak perempuan Pierre juga diliputi kekhawatiran, ia kemudian mencari kabar tentang Pierre dengan menelpon ke Jakarta via Bandung, namun tidak berhasil. 

Mitzi lalu bergegas ke rumah adiknya, Roswidiati. Disanai ia mendapat penjelasan bahwa suami Roswidiati, Yusuf Rosak,  telah menjemput Pierre di rumah Jenderal Nasution, tetapi dikatakan oleh penjaga bahwa Pierre sedang tugas bersama Jenderal Nasution.

Foto: Kapten Anumerta Piere Tendean bersama dengan kedua kakak 
perempuannya Mitzi Farre (duduk) dan Rooswidiati (Masykuri, "Pierre Tendean" - 1983/1984)

Masykuri dalam bukunya "Pierre Tendean" terbitan 1983/1984, mengutip kata-kata Maria Elizabeth,

"Nah, itu dia, kau masih berpikir yang bukan-bukan, Pierre kan sedang bertugas dengan Pak Nas, kenapa kau bertanya kepada Panglima segala?" kata Maria.

Sebelumnya, Pierre memang sudah berjanji kepada Yusuf Rosak yang kebetulan sedang tugas di Jakarta, bahwa pada tanggal 1 Oktober, keduanya akan pulang bersama-sama ke Semarang untuk merayakan ulang tahun ibunya. 

Gugurnya Sang Ajudan

Seperti yang dituturkan Masykuri dalam bukunya "Pierre Tendean", pada Senin, 4 Oktober 1965, keluarga Pierre di Semarang mendengar berita tentang gugurya Lettu Pierre Tendean dari Siaran warta berita RRI Jakarta jam 19.00. 

Mereka ragu-ragu terhadap berita itu karena dalam siaran itu disebutkan bahwa yang telah gugur, pertama Letnan Jenderal Ahmad Yani, kedua Mayor Jenderal Suprapto, dan seterusnya, sampai yang ketujuh disebutkan Pengawal Menko Hankam, Lettu. CPM Pierre Tendean. 

Mereka berpikir bahwa Pierre bukan dari CPM melainkan dari Corp Zeni. Dalam keadaan ragu-ragu itu datang telepon dari Pangdam Diponegoro, bahwa Lettu Pierre Tendean telah gugur dan akan dimakamkan pada tanggal 5 Oktober. Keluarga Pierre disediakan pesawat khusus guna menghadiri pemakamannya di Jakarta.

Pada tanggal 5 Oktober pagi, jam 05.00, keluarga Pierre berangkat ke Jakarta dengan pesawat khusus. Keluarga Pierre merupakan keluarga yang paling akhir sampai di Markas Besar Angkatan Darat.

Mereka tidak diperkenankan melihat jenazah Lettu Pierre yang sudah siap untuk diberangkatkan. Keluarga yang lain-lain masih sempat menunggui jenazah keluarganya karena mereka tinggal di Jakarta

Maria Elizabeth Cornet, hanya bisa menangis pilu sambil memeluk peti jenazah putranya yang berbalut bendera merah putih. Dengan terisak-isak, Ia berkata,

"Pierre, wat is er met jou gebeurd? (Pierre, apa yang terjadi denganmu?)" isak Maria Elizabeth.

Foto:  Kakak Pierre Tendean, Mitzi dan Bonnie putranya disamping makam Piere.(Masykuri, "Pierre Tendean" - 1983/1984)

Dulu, saat Pierre Tendean masih ditempatkan di garis depan pertempuran, menyusup ke wilayah Malaysia dalam Operasi Dwikora di Kalimantan, Maria Elizabeth meminta putranya ditarik pulang. Ia ingin putra satu-satunya itu ditempatkan dalam zona aman dari perang.

Pierre Tendean, akhirnya ditarik pulang berkat permintaan ibunya dan ditempatkan dalam tugas baru, sebagai Ajudan Menhan Pangab, Jenderal Nasution.

Tapi ajal manusia siapa yang dapat menebak? Pierre Andreas Tendean, sang Ajudan ganteng yang penuh talenta, putra semata wayang dari Maria Elizabeth Cornet dan Aurelius Lammert Tendean itu, akhirnya gugur, justru disaat ia berada ditempat yang dekat dengan ibunya.

 

Penggalian Jenazah Korban G30S PKI

Kamis, 4 Oktober 1965, usai kawasan Lubang Buaya direbut oleh pasukan RPKAD pimpinan Kolonel Sarwo Edhie Wibowo, dilakukan proses pengangkatan jenazah yang ditemukan terkubur dalam sebuah sumur tua.

Sumur tua itu dalamnya 12 meter dan garis tengahnya hanya lebih kurang 0,75 meter, ditimbun dengan sampah-sampah kering, batang-batang pohon pisang, daun singkong dan tanah secara belselang-seling. 

Baca Juga: Si Ganteng Kapten Pierre Tendean, Idola Para Wanita dan Ajudan Rebutan Tiga Jenderal

Pelaksanaan teknis penggalian dilakukan oleh anggota-anggota Kesatuan Intai Para Amphibi (KJPAM) dari KKO Angkatan Laut dengan memakai alat-alat seperti tabung zat asam dan lain sebagainya.

Pada pukul 12.00, pertama kali berhasil dinaikkan jenazah Lettu. Pierre Tendean, Ajudan Jenderal Nasution. Pada jam 13.40 menyusul jenazah Mayor Jenderal Suprapto dan Mayor Jenderal S. Parman. 

Pada jam 13 .50, jenazah Letjen. Ahmad Yani yang diikat menjadi satu dengan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, serta jenazah Mayor Jenderal Haryono MT. Dan akhirnya, pada jam 14.10 berhasil diangkat jenazah Brigadir Jenderal DJ. Panjaitan. 

Dari urut-urutan pengangkatan jenazah itu, Pierre Tendean merupakan perwira yang paling akhir dibunuh dan dilemparkan ke dalam sumur tua oleh kelompok G30S PKI.

Pada hari Angkatan Bersenjata, tanggal 5 Oktober 1965, rakyat Jakarta, sejak pagi telah berjejer-jejer sepanjang jalan, dari sudut timur Medan Merdeka sampai ke Kalibata, untuk memberikan penghormatan terakhir kepada tujuh Pahlawan Revolusi itu.

Foto: Pemakaman pahlawan revolusi, 5 Oktober 1965 (Dok.Film Pengkhianatan G30S PKI)

Dalam kesempatan itu, Jenderal Nasution saat melepas pemberangkatan jenazah para pahlawan revolusi menyampaikan sebuah pidato yang sangat mengharukan:

" Rekan-rekan, adik-adik saya sekalian, saya sekarang sebagai yang tertua dalam TNI yang tinggal bersama lainnya akan meneruskan perjuangan kamu, membela kehormatan kamu. 

Menghadaplah sebagai pahlawan, pahlawan dalam hati kami seluruh TNI. Sebagai pahlawan, menghadaplah kepada asal mula kita yang menciptakan kita, Allah Subhanahu wataala, 

Karena akhirnya Dia-lah Panglima kita yang paling tertinggi. Dia-lah yang menentukan segala sesuatu, juga atas diri kita semua." kata Nasution. (buz)

Ikuti terus perkembangan berita terbaru lainnya melalui kanal YouTube tvOneNews:

 

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
03:02
03:01
02:57
02:35
05:18
01:38
Viral