- istimewa
Mereka yang Gugur Sebagai Perisai Jenderal Nasution dalam Peristiwa Berdarah G30S PKI
tvOnenews.com - Pagi masih terlalu buta, ketika segerombolan pasukan G30S PKI yang dipimpin Letnan Satu Doel Arief menyerbu kediaman Jenderal Nasution, di Jalan Teuku Umar 40 Jakarta.
Seisi rumah Menhan Pangab itu terjaga oleh suara tembakan yang membabi buta. Johana Sunarti Nasution, menutup rapat pintu kamar dan melarang suaminya keluar.
"Ada Cakrabirawa, kamu jangan keluar" kata Johana.
Ia memberikan isyarat agar Jenderal Nasution segera keluar lewat pintu belakang dan melompat melalui tembok pagar rumahnya.
Eka Trisyany Edyanti, cucu Jenderal Nasution dalam channel YouTube eradotid menuturkan, Ibu Nasution sudah memiliki firasat bahwa kemungkinan seperti itu akan menimpa keluarganya.
"Oma itu punya indera ke 6, kalau suatu saat nanti ada orang yang datang ke rumah mengambil Opa. Kalau sampai itu kejadian harus ngumpetin Opa dimana itu sudah terbayang, sampai Oma juga sudah tahu bahwa Oma itu tidak lama untuk bisa menggendong tante Ade" ungkap Eka.
Jenderal Nasution akhirnya lolos dalam upaya penculikan gerombolan G30S PKI, namun dibalik itu, orang-orang terkasihnya harus gugur sebagai perisai dirinya.
Ade Irma Suryani Nasution
Putri bungsu jenderal Nasution, Ade Irma Suryani Nasution yang masih berusia 5 tahun digendong sang Ibu Johana Nasution, dipunggung gadis kecil itu ada darah yang mengalir akibat luka tembak kelompok penculik.
Dalam siatuasi itu Ibu Nasution bertanya kepada putrinya yang terluka:
"Ade masih hidup?"
"Masih mama" jawab Ade
"Apanya yang sakit?" tanya Ibu Nasution
"perut mama"
"Kenapa ayah ditembak?" tanya Ade.
Foto: Ade Irma Suryani Nasution (IG @pierresangpatriot)
Ade Irma Suryani, lahir 19 Februari 1960 dan meninggal pada 6 Oktober 1965, setelah sebelumnya menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat di Jakarta.
Saat pemakaman, dari rumah sakit tempat Ade Irma Nasution dirawat, Ibu Johana Nasution dengan ketegaran yang luar biasanya menggendong jenazah putri bungsunya itu hingga ke lokasi pemakaman.
Ade Irma Suryani Nasution dimakamkan di kawasan Kebayoran Baru, persis di samping Kantor Wali Kota Jakarta Selatan. Pada nisan Ade, tertulis kata-kata dari sang ayah, Jenderal Nasution:
"Anak saya yang tercinta, engkau telah mendahului gugur sebagai perisai ayahmu."
Kapten Pierre Tendean
Maria Elizabeth Cornet, perempuan berdarah Prancis tersebut seolah meratapi takdir putra satu-satunya itu, Pierre Andrias Tendean, yang gugur justru disaat Maria tengah merayakan ulang tahunnya pada 30 September 1965.
Dengan terisak-isak, Ia memeluk peti jenazah putranya yang berbalut bendera merah putih. Ia hanya bisa berkata,
"Pierre, wat is er met jou gebeurd? (Pierre, apa yang terjadi denganmu?)" isak Maria Elizabeth, dikutip dari penuturan Masykuri dalam bukunya.
Foto: Kapten Pierre Tendean (Wikpedia - IG @pierresangpatriot)
Ketika terjadi upaya penculikan terhadap Jenderal Nasution oleh G30S PKI, Pierre tidak sedang menjalankan piket sebagai ajudan. la telah menyerahkan tugas piket pada hari itu kepada Komisaris Polisi Hankam Mansyur.
Akan tetapi karena inisiatifnya sendiri ketika mendengar serentetan tembakan, ia segera mengambil jaket dan senjatanya, kemudian keluar. Akibatnya Pierre Tendean ditangkap oleh gerombolan penculik, karena disangka Jenderal Nasution.
Tindakan spontan Lettu Pierre Tendean sebagai ajudan itu secara tidak langsung telah menyelamatkan jiwa Jenderal Nasution dari upaya pembunuhan kelompok G30S PKI.
Pada tanggal 4 Oktober 1965, usai pusat komando G30S PKI di kawasan Lubang Buaya direbut oleh pasukan RPKAD dan Kostrad, proses pengangkatan jenazah para korban penculikan kemudian dilakukan.
Pada pukul 12.00, pertama kali berhasil dinaikkan jenazah Lettu. Pierre Tendean, Ajudan Jenderal Nasution. Pada jam 13.40 menyusul jenazah Mayor Jenderal Suprapto dan Mayor Jenderal S. Parman.
Foto: Dokumentasi Film Pengkhianata G30S PKI, Suasana pengangkatan jenazah di Lubang Buaya
Pada jam 13 .50, jenazah Letjen Ahmad Yani yang diikat menjadi satu dengan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, serta jenazah Mayor Jenderal Haryono MT. Kemudian yang terakhir, pada jam 14.10 berhasil diangkat jenazah Brigadir Jenderal DI Panjaitan.
Dari urut-urutan pengangkatan jenazah itu, diketahui bahwa Pierre Tendean merupakan perwira yang paling akhir dilemparkan ke dalam sumur maut di Lubang Buaya oleh pelaku G30S PKI.
Ajun Inspektur Polisi Dua Karel Sadsuitubun
Ajun Inspektur Dua Karel Sadsuitubun, pagi itu 1 Oktober 1965, baru saja menyelesaikan tugasnya, melakukan penjagaan di rumah Dr.J Leimena, di jalan Teuku Umar 36 Jakarta, yang bertetangga dengan rumah jenderal Nasution di Teuku Umar 40.
Karel baru saja menyempatkan diri untuk tidur, ketika para penculik pun datang mengepung rumah jenderal Nasution. Pasukan Pasopati yang ditugaskan menculik jenderal Nasution itu kemudian menyekap para pengawal di rumah Dr. J. Leimena.
Karena mendengar suara gaduh Karel Sadsuitubun terbangun, dengan membawa senjata ia mencoba menembak para gerombolan PKI tersebut. Namun ia kemudian ditembak dan gugur seketika.
Foto: Ajun Inspektur Polisi Dua Anumerta Karel Sadsuitubun (wikipedia)
Karel Sadsuitubun lahir di Tual, Maluku Tenggara pada tanggal 14 Oktober 1928. Usai mengikuti Pendidikan Polisi, Karel ditempatkan di Kesatuan Brimob Ambon dengan Pangkat Agen Polisi Kelas Dua atau sekarang Bhayangkara Dua Polisi.
Ia pun ditarik ke Jakarta dan memiliki pangkat Agen Polisi Kelas Satu atau Bhayangkara Satu Polisi. Karel sempat ikut dalam operasi Trikora pembebasan Irian Barat.
Setelah selei operasi militer di Irian Barat, ia diberi tugas untuk mengawal kediaman Wakil Perdana Menteri, Dr. J. Leimena di Jakarta. Berangsur-angsur pangkatnya naik menjadi Brigadir Polisi.
Pemerintah kemudian menganugerahkan gelar Pahlawan Revolusi kepada Karel Sadsuitubun. Pangkatnya dinaikkan menjadi Ajun Inspektur Dua Polisi. Namanya juga kini diabadikan menjadi nama Kapal Perang Republik Indonesia jenis fregat yaitu KRI Karel Sadsuitubun. (buz)
Ikuti terus perkembangan berita terbaru lainnya di kanal YouTube tvOneNews: