Konferensi Pers Inisiator Badan Koordinasi Saksi (Bakorsi), Tatak Ujiyati, perihal pengawalan proses pendaftaran AMIN, di Sekretariat Perubahan, Jakarta Selatan, Selasa (17/10/2023).
Sumber :
  • Julio Trisaputra/tvOnenews.com

Koalisi Perubahan Khawatir Penyelenggara Pemilu Tidak Netral, Imbas Keputusan MK Disebut Politik Dinasti

Rabu, 18 Oktober 2023 - 13:22 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Inisiator Forum Komunikasi (Forkom) antar Simpul Relawan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN), Tatak Ujiyati mengatakan ada kekhawatiran pihak penyelenggara Pemilu tidak bersikap netral.

Hal ini ini pun imbas dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang disebut-sebut politik dinasti demi meloloskan Gibran Rakabuming Raka selaku keponakan dapat mendaftar sebagai calon wakil presiden.

"Cuma yang kita khawatirkan sebenarnya adalah netralitasnya penyelenggaraan pemilu dan ini bukan hanya kepentingan Pak Anies, kepentingan relawan, kepentingan timnya, tapi yang kita khawatirkan adalah kepentingan seluruh rakyat Indonesia," ujarnya, kepada media, di Jakarta Selatan, dikutip Rabu (18/10/2023).

Bahkan, eks Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) di masa kepemimpinan Anies Baswedan ini pun sepakat dengan pernyataan Hakim Konstitusi Saldi Isra yang menilai keputusan Ketua MK Anwar Usman tidak masuk akal.

"Seluruh rakyat Indonesia itu menonton loh, memonitor, mengawasi ketika ada keputusan-keputusan yang aneh seperti yang disampaikan Pak Saldi Isra," ungkap dia.

"Ketika ada kemudian conflict of interest karena keluarga dan sebagainya. Ini warga Indonesia ini menonton loh," sambung dia.

Oleh sebab itu, Tatak meminta kepada Ketua MK Anwar Usman memikirkan kembali apa yang sudah dia putuskan. 

"Kami sebagai orang yang punya sedang bertanding siapa pun siap sih memang, tetapi kita berharap penyelenggara negera itu bersikap netral. Dan jangan lupa bahwa warga negara memantau loh," tandas dia.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia mengabulkan sebagian permohonan gugatan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

Gugatan yang dilayangkan oleh Almas Tsaqibbirru Re A teregister dengan nomor 55/PPU-XXI/2023. Gugatan yang dikabulkan sebagian tersebut dalam petitum ingin mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK, Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin, (16/10/2023).

"Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, ‘berusia paling rendah 40 tahun’ bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilihi melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah," sambung dia.

Sehingga, Pasal 169 huruf q undang-undang nomor 7 tahun 2017  tentang pemilihan umum selengkapnya berbunyi ‘berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. (agr/muu)

 

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
03:33
02:48
01:14
02:16
09:33
02:39
Viral