- Tim tvOnenews/Muhammad Bagas
Update Kasus Dedengkot Al Zaytun Panji Gumilang, Jadi Tersangka TPPU dengan Aliran Dana Mencapai Rp1,1 Triliun
Jakarta, tvOnenews.com - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri akhirnya menetapkan dedengkot Al Zaytun Panji Gumilang sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Hal itu disampaikan oleh Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Whisnu Hermawan.
"Meningkatkan statusnya menjadi tersangka," kata Whisnu dalam konferensi persnya di Lobi Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (2/11/2023).
Ia mengatakan bahwa penetapan Panji Gumilang sebagai tersangka setelah dilakukannya penelusuran aliran dana yang dikelola oleh dedengkot Al Zaytun itu.
Menurutnya aliran dana itu didapat kepolisian setelah melakukan gelar perkara TPPU yang dilakukan Panji Gumilang.
"Jadi kita telah lakukan pemblokiran terhadap beberapa rekening ada 154 rekening dan dari analisa penyidik sampai saat ini hanya ada 14 rekening yang ada isinya berjumlah kurang lebih Rp200 miliaran," jelas Whisnu.
Di sisi lain, pihak kepolisian mensinyalir adanya aliran dana Rp1,1 triliun yang tercatat sebagai transaksi TPPU oleh Panji Gumilang.
"Sehingga kalau kita lihat in out nya dari transaksi TPPU kurang lebih total kerugian yang ditimbulkan APG di TPPU kurang lebih sekitar Rp1,1 triliun rupiah," ungkapnya.
Diketahui, Pengasuh Ponpes Al-Zaytun, Panji Gumilang kini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama.
Kilas Balik Kasus Dugaan Penistaan Agama Panji Gumilang
Dedengkot Pondok Pesantren Al-Zaytun Panji Gumilang, tersangka kasus dugaan penistaan agama, resmi menjadi tahanan kejaksaan pada hari ini, Senin (30/10).
Kasus ini (yang sudah diproses sejak bulan Agustus 2023) bermula dari April 2023 saat rekaman Salat Idul Fitri 1444 H Ponpes Al-Zaytun viral.
Dalam video tersebut, terlihat jamaah perempuan berada di shaf terdepan, bercampur dengan lelaki, di belakang imam.
Ada pula video yang memperlihatkan gaya azan sholat jumat yang dikumandangkan oleh santri di Ponpes Al-Zaytun.
Jamaah terlihat menggunakan gerakan tangan serta tidak menghadap kiblat.
Dari situ, berbagai kontroversi tentang Ponpes Al-Zaytun terus bermunculan.
Mulai dari klaim Panji Gumilang bahwa praktik tersebut merupakan mazhab Soekarno, azan yang berbeda, sampai salam Yahudi yang diutarakan oleh Panji.
Ken Setiawan, mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII) blak-blakan menyebut Pondok Pesantren tersebut menganut ideologi makar, mendirikan negara dalam negara.
Ada pula klaim oleh Al Chaidar, pengamat terorisme, bahwa keberadaan Pesantren Al-Zaytun didukung oleh “oknum-oknum intelijen,” dengan tujuan “memperkaya dan menggemukan jenderal-jenderal yang mengelola Al-Zaytun.”
Semua kontroversi tersebut menuai hasil dengan pernyataan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil untuk membentuk tim investigasi Pesantren Al-Zaytun.
Bareskrim Polri menggeledah Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Penggeledahan tersebut dilakukan untuk mencari bukti lain di Ponpes Al Zaytun, setelah pimpinan Al Zaytun, Panji Gumilang, ditetapkan tersangka dalam kasus penistaan agama pada Selasa (01/08/2023).
Kapolres Indramayu, AKBP Fahri Siregar, menjelaskan, sekitar pukul 14.30 WIB, rombongan dari Bareskrim yang didampingi oleh Polres Indramayu, masuk ke dalam Ponpes Al Zaytun.
Terlihat ada puluhan kendaraan dan ratusan anggota kepolisian yang masuk kedalam Ponpes Al Zaytun.
Mulai dari kendaraan pribadi bernomor polisi luar Indramayu, hingga kendaraan Inafis.
Pada akhirnya, Panji Gumilang ditangkap oleh Bareskrim Polri pada Rabu, (02/08/2023) pukul dua dini hari, setelah pemeriksaan dan gelar perkara sehari sebelumnya dan “memberikan surat perintah penangkapan.”
Dedengkot Al Zaytun itu terjerat pasal 14 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dengan ancaman 10 tahun penjara; pasal 45 A ayat 2 junto pasal 28 ayat 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman 6 tahun penjara; dan pasal 156 A KUHP tentang penodaan.