- Yoga Syahputra
Menanti Putusan MKMK, Pakar Hukum Tata Negara USU: Cacat dan Terkesan Dipaksakan
Medan, tvOnenews.com - Pakar Hukum Tata Negara USU, Dr Mirza Nasution, menilai masyarakat kecewa dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah batas usia Capres-Cawapres.
Tak hanya itu, rangkaian proses hingga sampai ke sidang MK sarat dengan aroma kekeluargaan, antara pihak berpekara dengan Ketua MK yang menyidangkan.
“Karena putusan sebelumnya lahir dari kecacatan dalam putusannya. Maka MK harus merevisi kembali putusan kemarin, harus diubah itu semua," katanya Mirza.
“Dan jika persoalan ketentuan batas usia ini dilakukan itu seharusnya tidak dadakan, tidak tergesa-gesa menjelang pemilihan. Dan seharusnya Ketua Majelis Hakim MK yang menyidangkan tidak memiliki hubungan apapun itu dengan pihak berpekara,” ujar Mirza kepada tvOnenews.com.
Ia menjelaskan, perkara ketentuan syarat calon pemimpin negara ini pun terkesan bablas sampai ke MK dan disidangkan bahkan diputuskan.
Namun menurutnya, ini juga menjadi satu perubahan baru yang memiliki nilai plus. Di mana syarat calom pimpinan negara tak hanya dari segi usia namun juga memiliki track record pernah memimpin.
“Persoalannya, seharusnya perubahan UU tersebut dilakukan tidak tergesa-gesa, terkesan dipaksakan hingga akhirnya dimenangkan. Kan ada DPR yang seharusnya terlebih dulu menggodok UU itu, lalu diserahkan dan diputus di MK,” jelasnya.
“Nah inilah yang terjadi saat ini. Apalagi kesannya kan ada tujuan tertentu yang harus dicapai dengan harus melekatkan label dan resmi hukum. Sedangkan waktu dan sosok yang mau dimuluskan masuk itu adalah sosok yang tengah hangat dibicarakan masyarakat dengan segala track recordnya. Nah jika saja perubahan UU ini dilakukan jauh hari sebelum pemilihan, ini baru namanya perubahan yang legal,” tambahnya.
Menurutnya, kepercayaan publik terhadap MK telah hilang. Karena itu, dia meminta Majelis Kehormatan MK (MKMK) yang menyidang laporan dugaan pelanggaran etik Hakim MK dapat bersikap adil.
“Di sinilah kemudian pentingnya MKMK itu memberikan keputusan yang baik," lanjutnya.
Ketika MKMK, tambahnya, tidak mampu menghasilkan putusan yang baik, maka kondisinya akan tetap sama. Untuk itu, MKMK diharap untuk berani mengeluarkan keputusan yang tegas.
“MKMK tidak menyiratkan adanya bahwa ada perubahan yang baik, ada situasi yang baik, maka kemudian tidak memberikan dampak apa-apa. Pertanyaannya kemudian apakah kemudian MKMK berani memecat Anwar Usman (Ketua MK)? Apakah MKMK berani memberikan peringatan tegas, larangan konflik kepentingan misalnya. Intinya, publik sangat menanti keputusan MKMK,” kata Mirza.
“Kita berharap pada MKMK, agar nanti dalam putusannya benar-benar menghasilkan putusan etik yang obyektif dengan mendasarkan pada fakta-fakta yang didapat," harapnya.
Menurut dia, masyarakat sudah mengetahui bahwa putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 sarat dengan cacat prosedur, dikarenakan permohonan tersebut sudah pernah dicabut oleh pemohon.
“Maka itu sudah kehilangan objek perkara maupun muncul fakta saat ini berkas permohonan tidak ditandatangani," tutup Mirza. (ysa/nof)