- tim tvonenews/Farid Nurhakim
Masinton Sebut Prabowo-Gibran dan Anies-Muhaimin Miliki Keinginan Wujudkan Demokrasi Ala RT/RW
Jakarta, tvonenews.com - Politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu menduga dua pasangan capres/cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar memiliki keinginan demokrasi ala Rukun Tetangga/Rukun Warga (RT/RW).
Hal ini disampaikannya dalam diskusi dialektika demokrasi dengan tema "Nomor Urut Pasangan Capres Telah Ditetapkan, Saatnya Menuju Kampanye dengan Damai" di Media Center DPR RI, Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (16/11/2023).
"Sepertinya, kondisi ini seperti yang disampaikan oleh pasangan capres, ini juga akan kembali terulang setelah 14 Februari (Pemilihan Umum atau Pemilu 2024). Prabowo bilang mengutamakan persatuan, jika nanti terpilih, dia akan rekonsiliasi," ujar Masinton.
"Kemudian dikasih pantun oleh Muhaimin, kalau punya teman baru, teman lama dilupa, jangan. Artinya memang masih ada proses keinginan demokrasi ala RT/RW yang paling bawah ini dibawa ke sektor yang paling atas," sambung dia.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDIP itu juga mengatakan bahwa demokrasi Indonesia banyak menganut ala RT/RW.
Dalam pemilihan RT, jelas Masinton, ketika seorang warga dipilih menjadi Ketua RT, biasanya dia menyusun komposisi pengurusnya dengan mengambil juga orang-orang dari pihak yang kalah.
"Demokrasi kita banyak menganut demokrasi ala RT/RW sebetulnya. Nah ini kemudian ditarik dari skala yang lebih luas, dipraktikan oleh Pak Jokowi (Presiden RI) dalam 10 tahun terakhir dan ini menjadi kekhasan menarik di Indonesia," ucap dia.
Kemudian Masinton menyebut bahwa sistem demokrasi ala RT/RW cukup sulit diterapkan di negara-negara lain yang juga menganut presidensial seperti Indonesia. Alasannya, karena prinsip utama presidensial adalah presiden terpilih berhak menentukan seluruh jajaran kabinetnya tanpa harus memikirkan komposisi di DPR.
"Dan ini ternyata tidak dilakukan secara saklak oleh presiden-presiden terpilih kita, dan ini yang menjadi kekhasan dari Indonesia," ucap dia.
Dengan sistem presidensil, ujar Masinton, semestinya presiden, lembaga eksekutif, serta lembaga legislatif harus terpisah secara tegas. Namun dalam praktiknya di Indonesia, ini tidak bisa terlaksana secara saklek.
"Kita meskipun ikut sistem presidensial, tapi aroma parlementernya cukup kuat. Seharusnya di presidensil, presiden, lembaga eksekutif dan legislatif itu harus terpisah total tanpa ada hubungan," tutur dia.
"Ketika sudah menjadi anggota DPR, maka dia tugasnya adalah mengawasi dan menjadi penyeimbang eksekutif. Namun di kita, ini menjadi dilema dan menjadi PR di dunia akademik kita, apakah ini salah? Tidak, ini adalah kekhasan demokrasi di Indonesia," tambah Masinton. (fnm/ito)