Kaleidoskop Refleksi Transformasi Kesehatan.
Sumber :
  • CHEPS FKMUI

Gelar Kaleidoskop Refleksi Transformasi Kesehatan, CHEPS FKMUI Beberkan Mengenai JKN hingga Capaian Kemenkes Dua Tahun

Sabtu, 6 Januari 2024 - 16:15 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Center for Health Economics and Policy Studies (CHEPS FKMUI) gelar kaleidoskop refleksi transformasi kesehatan

Hal ini merupakan kontribusi dan refleksi akhir tahun dari CHEPS FKMUI sebagai mitra pemerintah, terutama Kementerian Kesehatan dalam upaya mewujudkan transformasi kesehatan.

Prastuti Soewondo, menjelaskan capaian pelaksanaan dua tahun transformasi kesehatan yang sedang giat-giatnya digagas oleh Kementerian Kesehatan. 

Enam pilar elemen transformasi ini terdiri dari: 

1. Penguatan layanan primer dengan konsep mendekatkan layanan hingga ke tingkat desa dan dusun.

2. Penguatan layanan rujukan terutama dalam peningkatan jenis, jumlah, kualitas dan distribusi layanan agar terjadi kesetaraan pelayanan.

3. Transformasi Sistem Ketahanan Kesehatan.

4. Penguatan sistem pembiayaan kesehatan melalui perbaikan kualitas belanja kesehatan berbasis kinerja, HTA, pembiayaan JKN dan konsolidasi pembiayaan pusat dan daerah.

5. Pemenuhan SDM kesehatan esensial termasuk tenaga medis dan tenaga kesehatan prioritas.

6. Transformasi teknologi kesehatan yang mengedepankan pengembangan dan pemanfaatan teknologi, digitalisasi dan bioteknologi di sektor kesehatan. 

Belajar dari banyak negara, transformasi sistem layanan kesehatan memang tidak bisa dilakukan sekejap, tetapi apa yang sedang dan terus diupayakan oleh Kementerian Kesehatan terus bergulir dengan semangat yang tinggi dan bergerak cepat. 

Meskipun transformasi diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan, perlu diingat bahwa peran, dukungan dan keterlibatan semua pihak di lintas sektor pemerintahan/kementerian lembaga maupun swasta dan masyarakat sangat besar kontribusinya demi terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif kedepannya. 

Budi Hidayat, SKM, MPPM, Ph.D engungkapkan bahwa beban 

"Penanganan diabetes pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat dihemat hingga 14 persen, sekitar Rp1,7 triliun per tahun, jika mulai mengalihkan terapi insulin dari Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)."

"Studi ini mendukung pilar transformasi Kesehatan pada aspek layanan primer dan transformasi pembiayaan kesehatan," jelas Prof. Budi Hidayat.

Ia menyoroti bahwa temuan studi mendukung pengalihan pengobatan insulin ke FKTP, sejalan dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh asosiasi PERKENI. 

Hasil studi menekankan pentingnya merealisasikan hasil temuan ke dalam langkah-langkah yang dapat ditindaklanjuti, termasuk perubahan kebijakan seperti menyelaraskan Formularium Nasional dengan PNPK, memastikan kompetensi dan kemampuan fasilitas layanan kesehatan primer, dan memulai reformasi remunerasi di layanan kesehatan primer.

Selain itu Prof Budi juga menyampaikan bahwa produk penelitian JKN Financial Modelling (JFM), memfasilitasi Pemerintah Indonesia dengan "tools" untuk menghasilkan kebijakan JKN berbasis bukti yang akan memastikan tercapainya UHC dengan keberlanjutan keuangan jangka panjang. 

Hasil studi JFM digunakan sebagai masukan dalam melaksanakan Permenkes 3/2023. 

Selain itu JFM juga digunakan untuk menghasilkan serangkian rencana reformasi kebijakan seperti: Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK), Kelas Rawat Inap Standar, dan Tarif JKN seperti tertuang dalam Permenkes 3/2023 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.

Lebih dari 80 persen dana JKN dialokasikan untuk membayar pelayanan di RS berdasarkan DRG (Diagnosis Related Group) atau dikenal sebagai INA-CBGs. 

Oleh karenanya kebijakan pembayaran di RS akan sangat berdampak pada RS, BPJS Kesehatan, peserta dan sistem JKN itu sendiri. 

Setiap negara yang menggunakan DRG sebagai sistem pembayaran memiliki 2 pilihan yaitu mengembangkan sendiri atau mengadopsi dari negara lain dan kemudian mengembangkannya. K

ementrian Kesehatan RI mengambil pilihan nomor 2 yaitu mengembangkan INA-Grouper untuk menggantikan UNU Grouper yang saat ini digunakan, menyesuaikan sebaran penyakit, biaya pelayanan dan demografi penduduk di Indonesia.  

"Kementerian Kesehatan RI didukung oleh berbagai stakeholders khususnya CHEPS UI dalam mengembangkan INA-Grouper dan penetapan tarifnya sebagai basis pembayaran pelayanan JKN di RS CHEPS FKMUI."

"Mengembangkan metodologi dan analisis penghitungan biaya per episode penyakit yang lebih akurat sehigga menurunkan potensi adanya underpaid dan overpaid pelayanan. Hal itu sebagai wujud continues improvement yang dilakukan oleh Tim Tarif Kementerian Kesehatan."

"Implementasi INA-Grouper di masa yang akan datang diharapkan akan memperkuat Pilar keempat Transformasi Kesehatan dan juga mendukung tercapainya tujuan Pilar kedua Transformasi Kesehatan melalui kebijakan pembayaran ke RS," jelas Atik Nurwahyuni.

Mohamad Subuh menjelaskan Pemerintah Daerah (Dinas Kesehatan) memahami transformasi kesehatan sebagai upaya dalam rangka penguatan dan percepatan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional.

"Tentu dalam implementasinya perlu disinkronkan dengan tugas-tugas wajib di daerah sesuai UU No. 23 tahun 2014, disebutkan kewajiban daerah mencapai Standar Pelayanan Minimnal (SPM) 100 persen di setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota," kata Mohamad Subuh.

Menurutnya, sesuai dengan amanah UU No. 17 Tahun 2023 (Omnibus Law Kesehatan) ini merupakan pedoman final dalam pembanguan kesehatan.

"Untuk implementasi saat ini daerah menunggu peraturan pemerintah dan Permenkes terutama yang mengatur Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK), terutama yang berkaitan dengan sinkronisasi Anggaran Pusat dan Daerah," tutupnya.

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
08:47
03:26
07:58
03:57
03:17
02:06
Viral