- Shutterstock
Aliansi Aktivis Jabar Tegaskan Kasus Pelanggaran HAM Berat Terhadap Mahasiswa 98 di Pilpres 2024 Sudah Kadaluwarsa
Jakarta, tvOnenews.com - Aliansi Aktivis Jawa Barat (Jabar) melangsungkan aksi mimbar bebas di Jalan Braga Bandung, Bandung pada Selasa (16/1/24) usai beredarnya isu catatan hitam terhadap salah satu kandidat Pilpres 2024 di berbagai daerah yaitu permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM) berupa penculikan Mahasiswa pada tahun 1997 – 1998.
Koordinator Aliansi Aktivis Jawa Barat, Indrajidt Rai Garibaldi mengatakan kasus tersebut terbilang sudah sangat kadaluwarsa.
Pilpres 2024
Menurutnya, permasalahan HAM tersebut hanya menjadi suatu bentuk Komoditas politik pada momen Pemilu termasuk perhelatan Pilres 2024 ini.
"Buktinya, tiga kali beliau lolos uji verifikasi kontentasi pilpres rasanya sudah membuktikan bahwa beliau mungkin bisa dikatakan bersih dari pelanggraan HAM," kata Indrajidt Rai kepada awak media, Jakarta, Selasa (16/1/24).
Tak hanya itu, Indrajidt Rai menuturkan masih banyak sekali permasalahan HAM yang seharusnya lebih fokus untuk diselesaikan bukan berarti melupakan kasus penculikan mahasiswa ditahun 1997 – 1998 itu.
"Tetapi kami justru ingin semua kasus permasalahan HAM di Indonesia harus benar benar diselesaikan dan dituntaskan. Kalau pun iya pada akhirnya capres tersebut terbukti sebagai pelanggar HAM, kami rasa jalur hukum secara adil dan tegas perlu untuk di berlakukan sebagaimana mestinya," tegasnya.
Di sisi lain, pihaknya turut serta menyoroti adanya isu santer dinasti politik yang terjadi pada perhelatan Pilpres 2024 ini usai adanya pencalonan terhadap Gibran Rakabumin Raka sebagai Cawapres dari Prabowo Subianto.
Menurutnya dengan hadirnya Gibran sebagai cawapres menjadi salah satu hal yang kontroversi dan menjadi pembahasan di kalangan masyarakat serta ilmuwan atau para politikus.
"Pandangan ini akan tetap hadir dan kami tidak mempermasalahkan hal itu. Tetapi yang harus digaris bahawi dalam konsep dinasti politik itu ada proses regenerasi dan revitalisasi yang dimana hal tersebut adalah keberlanjutan dari kepemimpinan suatu Negara," ujarnya.
Indrajidt Rai mengatakan pihaknya tidak sepakat dengan adanya politik dinasti yang hanya mementingkan segelintir orang atau kelompok tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat.
Tetapi yang mereka lihat adalah substansi dan gagasan dari seseorang yang mengalami peralihan kepemimpinan tersebut.
Menurutnya ada hal yang lebih fundamental untuk hari ini dilihat yaitu ide serta gagasan yang dibawa oleh salah satu cawapres tersebut yang sehingga masyarakat mempunyai penilaian tersendiri untuk melihat persoalan ini.
Dengan kenaikan dia sebagai cawapres justru ini memberikan suatu iklim politik baru di indoensia, bisa iklim positif atau negatif, tergantung kita melihat dari sudut pandang sebelah mana.
"Kami mengajak harusnya itu yang lebih dilihat oleh masyarakat Indonesia ketimbang hanya termakan isu politik yang tidak memberiksan pencerahan dan malah membuat gaduh dan terjadi perpecahan di masyarakat gara - gara berbeda pilihan politik," katanya.
Selanjutnya terkait beredarnya isu pasca adanya perubahan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, ia mengkaji dari aspek hukum yang mungkin hal tersebut dianggap sah dan tidak menyalahi aturan atau hukum yang mengatur.
Selanjutnya MK sendiri sudah menyatakan bahwa Pasal 169 Huruf q pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak bertentangan dengan perlakuan adil dan diskriminatif, dan tidak melanggar pasal 28D ayat (1) dan ayat (4) serta 28I ayat (2) UU 1945.
"Kami berpendapat bahwa perubahan UU Nomor 7/2017 tersebut tidak akan merugikan calon presiden dan wakil presiden yang berusia 40 tahun ke atas. Syarat usia dalam kandidasi Presiden dan Wakil Presiden harus didasarkan pada prinsip memberikan kesempatan dan menghilangkan pembatasan (to give opportunity and abolish restriction) secara rasional, adil, dan akuntabel," ucapnya.
Ia menilai suatu norma yang merupakan open legal policy atau kewenangan pembentukan Undang – Undang bisa menjadi persoalan konstitusionalitas dengan pertimbangan hukum.
Sedangkan Pasal 169 Huruf q UU Pemilu tersebut sudah memenuhi empat kriteria sebagai open legal policy.
Tetapi pandangan masyarakat tidak berhenti dalam melihat kondisi ini hanya sebatas dari aspek hukum, masyarakat selalu mempunyai pandangan lain entah itu dari segi politik, sosial bahkan dari faktor ekonomi.
"Hal ini membuat muncul nya banyak perspektif dalam persoalan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut sehingga menimbulkan banyak problematik di kalangan masyarakat," ungkapnya.
Indrajidt Rai pun mengajak para semua elemen masyarakat bahwa dalam pelaksanaan Pemilu 2024 yang semakin dekat kepada hari pencoblosan Pilpres 2024 ini harus bisa memberikan suatu dampak perubahan kearah yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia.
Menurutnya, pesta demokrasi ini harusnya tidak hanya dilihat sebagai peralihan atau pergantian presiden dan wakil presiden saja, tetapi masyarakat harus bisa melihat dari ketiga paslon yang hari ini hadir benar benar membawa narasi perbaikan untuk Indonesia kedepan.
"Artinya, hal tersebut harus disambut baik oleh kita semua dengan memberikan bentuk sikap tidak apatis terhadap politik. Lalu kita juga harus senantiasa menjaga kondusifitas serta memberikan bentuk sikap politik yang damai pada proses pemilu 2024 ini, ingat bahwa kontentasi politik ini hanyalah sementara tetapi persatuan Indonesia adalah selamanya," pungkasnya.(raa)