- Tim tvOne/Muhammad Bagas
Pakar Hukum: Keputusan DKPP Tak Bisa Jadi Dasar Penjatuhan Sanksi
Lebih lanjut, dalil DKPP yang menyatakan bahwa tindakan KPU tidak sesuai dengan tata kelola administrasi tahapan Pemilu. Disebutkan juga, KPU seharusnya segera menyusun rancangan perubahan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 (halaman 188).
"Demikian itu tidak relevan dan oleh karenanya tidak menjadi dasar penjatuhan sanksi," katanya.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan Di Lingkungan Komisi Pemilihan yang menjadi rujukan ternyata telah salah dipahami oleh DKPP. Pasal 10 ayat (1) menyebutkan bahwa dalam keadaan tertentu, Pemrakarsa dapat mengajukan Rancangan Peraturan KPU di luar Program Penyusunan Rancangan Peraturan KPU. Kemudian, pada ayat (2) disebutkan keadaan tertentu yang menjadi dasar dapatnya diajukan Rancangan Peraturan KPU tersebut, salah satunya pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi.
Terang benderang terbaca bahw ketentuan Pasal 10 ayat (1) menyebutkan kata “dapat”, dan demikian itu bersifat fakultatif, bukan imperatif. Disisi lain tidak mungkin KPU mampu melakukan penyusunan rancangan perubahan atas PKPU Nomor 19 Tahun 2023 sebagaimana didalilkan oleh DKPP. Demikian singkat waktu yang tersedia. Sementara penyusunan rancangan perubahan PKPU mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, penetapan, dan pengundangan. Kesemuanya itu membutuhkan waktu yang demikian lama. Menjadi lain halnya jika waktu yang tersedia relatif panjang.
Menurutnya DKPP juga tidak cermat membaca ketentuan Pasal 10 ayat (2). Keadaan tertentu sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) adalah berifat alternatif dan kumulatif. Selengkapnya ayat (2) menyatakan:
Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. perubahan Undang-Undang yang mengatur mengenai Pemilu dan/atau Pemilihan;
b. perubahan atau pencabutan peraturan perundang-undangan;
c. pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung;
d. hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Peraturan KPU; dan
e. kebutuhan pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan KPU.
Sistematika ayat (2) menunjukkan bahwa “huruf a” sampai dengan “huruf d” bersifat alternatif tergantung yang menjadi sebabnya. Namun juga harus dikumulasikan dengan “huruf e.” Terbaca dengan jelas pada “huruf d” terdapat kata penghubung “dan” yang menunjuk pada “huruf e”, yakni “kebutuhan pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan KPU”. Sepanjang KPU menganggap tidak ada relevansinya dengan pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan KPU, maka sesuai dengan penilaian KPU sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menjadikan Rancangan Peraturan KPU tidak bersifat fakultatif.