- Tim tvOne/Haries
Mantan Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan Didakwa Rugikan Negara Rp1,7 Triliun di Kasus Korupsi LNG
Jakarta, tvOnenews.com - Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) didakwa merugikan keuangan negara sebesar USD113.839.186.60 alias 1.778.323,27 dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kilang Liquefied Natural Gas (LNG).
"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, secara melawan hukum yaitu memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG (Liquefied Natural Gas) potensial di Amerika Serikat tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas, dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wawan Yunarwanto membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (12/2).
Jaksa Wawan menjelaskan, dalam pengadaan LNG di PT. Pertamina pada Juni 2011-Juni 2021 melakukan pengadaan LNG di PT. Pertamina. Namun, pengadaan itu
tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero) dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG Corpus Christu Liquefaction Train 1 dan Train 2.
Namun, mewakili PT Pertamina (Persero) Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina tahun 2013 sampai dengan 2014, Yenni Andayani menandatangani LNG Sales and Purchase Agreement (SPA) Corpus Christu Liquefaction. Meski seluruh direksi PT Pertamina (Persero) belum menandatangani Risalah Rapat Direksi (RRD).
"Serta tidak meminta tanggapan tertulis Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero) dan Persetujuan RUPS, serta tanpa adanya pembeli LNG Corpus Christi Liquefaction yang telah diikat dengan perjanjian," papar Jaksa Wawan.
Selanjutnya, Direktur Gas PT. Pertamina 2012-2014 Hari Karyuliarto menandatangani pemgadaan LNG tersebut untuk tahap dua, yang juga tidak didukung persetujuan Direksi di PT. Pertamina. Serta tanggapan tertulis dari Dewan Komisaris dan persetujuan RUPS PT Pertamina, yang kemudian tanpa adanya pembeli LNG yang telah diikat dengan perjanjian.