- Istimewa
Sutradara hingga 3 Pakar Hukum Tata Negara Film Dirty Vote Dipolisikan, Menohok Butet Kartaredjasa Singgung Orde Baru
Sleman, tvOnenews.com - Budayawan sekaligus seniman asal Yogyakarta, Butet Kartaredjasa menyebut film dokumenter karya sutradara Dandhy Dwi Laksono berjudul Dirty Vote sangat bagus.
"(Film Dirty Vote) sangat bagus. Tidak ngomong pada aspek sinemanya tapi kontennya," katanya ditemui di kediaman Mahfud MD di Dusun Sambilegi Lor, Kalurahan Maguwoharjo, Kapanewon Depok, Kabupaten Sleman, Selasa (13/2/2024) malam.
Untuk memperlihatkan berbagai kecurangan yang terjadi menjelang Pemilu 2024.
"Karena semua orang yang waras melihat kecurangan secara terang-benderang. Kejahatan yang terang benderang," ucapnya.
Butet juga menanggapi terkait pelaporan sutradara sekaligus 3 pakar hukum tata negara di antaranya Feri Amsari, Bivitri Susanti dan Zainal Arifin Mochtar yang jadi bintang di dalam film Dirty Vote ini.
Mereka dilaporkan oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Forum Komunikasi Santri Indonesia (FOKSI) ke Bareskrim Polri.
Menurutnya, pelaporan ini menjadi awal datangnya orde baru.
"Awal Desember saya sudah bilang selamat datang orde baru. Jadi orde baru udah lahir ini udah nyata. Dikit-dikit diintimidasi melalui instrumen negara, di mana instrumen negara dikuasai oleh Presiden, sudah jelas. Menurut saya real The New Orde Baru," tutur Butet.
"Kasihan pak polisi akeh gaweane lho. Gaweane nambah nasehati rektor-rektor untuk memuji Presiden. Polisi penyelenggara ketertiban umun. Tambah kerjaan kasihan, kasihan pak polisi kita butuh polisi tapi sesuai tugasnya," sambungnya.
Film Dirty Vote, Mahfud MD: Itu Fakta yang Dijahit dengan Baik
Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD turut menanggapi film dokumenter berjudul Dirty Vote.
Film hasil karya sutradara Dandhy Dwi Laksono dinilai beberapa pihak sebagai upaya oportunis di masa tenang kampanye.
Film ini juga menampilkan tiga pakar hukum tata negara yakni Feri Amsari, Bivitri Susanti dan Zainal Arifin Mochtar.
Mahfud sendiri mengaku telah menonton film tersebut hanya saja menontonnya tidak secara utuh karena durasi yang terlalu panjang.
"(Saya) nonton sepotong-potong saja karena panjang sekali (durasi) 1 jam 50 menit. Nonton sepertiga ketiduran lagi kan pas di Mekkah itu saya," katanya kepada awak media sebelum doa bersama jelang Pilpres di Dusun Sambilegi Lor, Kalurahan Maguwoharjo, Kapanewon Depok, Selasa (13/2/2024) malam.
Secara umum, Mahfud menyebut film dokumenter itu tidak ada kaitan dengannya.
"Menurut saya sih satu dikait-kaitkan dengan saya gak ada hubungannya si 3 anak (pakar hukum tata negara) itu teman-teman saya. Ketika saya dosen mereka masih sangat muda itu binaan saya semua teman-teman saya berdiskusi ya Bibi, ya Feri, ya Saldi, ya Uceng. Apalagi saya yang bimbing disertasinya. Memang teman-teman saya semua," tandas Mahfud.
"Dan saya punya tim reformasi hukum itu 60 orang lebih. Ada yang ke Anies (capres 01), Prabowo (Capres 02). Jadi itu bukan gak ada hubungannya dengan saya," sambungnya.
Selain itu, menurut Mahfud, isi di dalam film dokumenter itu tidak ada yang baru.
"Itu kan fakta-fakta yang dijahit dengan sangat baik, artistik dari sudut sinematografi gitu ya. Sehingga menurut saya apa sih yang mengejutkan dari itu memang begitu yang dikatakan satu persatu ada data beritanya ada fakta kejadiannya," kata Mahfud.
Dengan demikian, ia menilai tidak ada sesuatu yang jelek dari film tersebut. Melainkan pandangan kritis dari orang-orang idealis. Ia kembali menegaskan film itu tidak ada kaitannya dengan dirinya.(scp/muu)