- ANTARA
Surati KPU, ICW Minta Transparansi Dokumen Sirekap
Jakarta, tvOnenews.com - Peneliti Indonesia Coruption Watch (ICW) Egi Primayogha meminta transparansi Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengenai Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Transparansi yang dimaksud berkaitan dengan dokumen pengadaan, dokumen anggaran, termasuk daftar kerusakan yang pernah terjadi di Sirekap.
Terkait berbagai permintaan transparansi tersebut, ICW telah mendatangi dan menyurati KPU RI.
"Itu kami lakukan agar kami bisa memeriksa bagaimana prosesnya, apakah sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih?" ujar Egi di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (22/2/2024).
Selain itu, ICW mendorong agar KPU melakukan audit Sirekap sebagai alat bantu penghitungan suara Pemilu 2024.
"Di tengah dugaan kecurangan pemilu yang masif, tentu kami ingin memeriksa apakah betul ada kecurangan yang terjadi melalui Sirekap. Jadi, kami ingin memeriksa dokumennya terlebih dahulu untuk memastikan bahwa kecurangan itu tidak akan terjadi," ujar dia.
Menurut Egi, langkah ini merupakan partisipasi masyarakat sipil terhadap informasi yang dimiliki oleh Badan Publik sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Berdasarkan Pasal 12 Peraturan KPU Nomor 1 tahun 2019, KPU sebagai badan publik wajib memberikan respons paling lambat tiga hari kerja.
Sebelumnya, Anggota KPU RI Betty Epsilon Idroos menyebut pihaknya akan melakukan evaluasi infrastruktur hingga sumber daya manusianya.
Evaluasi dilakukan terkait kesalahan data antara Form C hasil yang diunggah ke Sirekap dengan data di tempat pemungutan suara (TPS).
Ia mengakui pengunggahan data yang dilakukan petugas KPPS di setiap TPS memerlukan infrastruktur memadai, misalnya ponsel hingga jaringan internet yang baik.
Sirekap diketahui menggunakan teknologi pengenalan tanda optis atau optical mark recognition (OMR) dan pengenalan karakter optis atau optical character recognition (OCR).
Teknologi itu memungkinkan untuk mengenali pola tulisan manual dan dapat diterjemahkan sebagai nilai angka.
Dengan demikian, angka berupa tulisan dapat difoto langsung dikonversikan menjadi data numerik di Sirekap.
Betty menjelaskan permasalahan terjadi ketika teknologi Sirekap itu tidak bisa mendeteksi foto tulisan angka dengan baik, sehingga terjadi perbedaan data numerik. (ant/iwh)