- Haries Muhamad-tvOne
Kasus TPPU Andhi Pramono, KPK Sita 14 Ruko dan Ribuan Meter Tanah
Jakarta, tvOnenews.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah aset bernilai ekonomis milik mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono (AP).
Salah satu aset yang disita berupa 14 unit ruko yang berlokasi di Tanjung Pinang.
Penyitaan ini terkait proses penyidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Andhi Pramono.
"Tim Penyidik pada Kamis (22/2/2024) telah selesai melaksanakan penyitaan beberapa aset bernilai ekonomis lainnya yang diduga milik tersangka AP yang berlokasi di Kota Batam, Kepulauan Riau. (Salah satunya) 14 unit ruko yang berlokasi di Tanjung Pinang," Kata Kepala Pemberitaan KPK Ali Fikri, Senin (26/2/2024).
Selain 14 ruko, aset lainnya yang disita, yakni 1 bidang tanah beserta bangunan dengan luas 840 meter persegi yang berlokasi di Komplek Grand Summit at Southlinks Kota Batam, 1 bidang tanah beserta bangunan yang berlokasi di perumahan Center View Blok A Nomor 32 Kota Batam dan 1 bidang tanah seluas 1.674 meter persegi yang berlokasi di Kelurahan Batu Besar Kecamatan Nongsa, Kota Batam.
Foto: Aset disita terkait kasus TPPU Andhi Pramono
"Aset-aset yang disita ini nanti segera dibawa ke persidangan untuk dibuktikan dugaan dari hasil kejahatan korupsi dan TPPU sehingga dapat dirampas dalam rangka aset recovery," kata Ali.
Sebelumnya, KPK juga telah menyita tiga unit mobil mewah yang diduga milik Andhi Pramono.
Tiga mobil itu, yaitu mobil merek Morris tipe mini model sedan warna merah beserta satu buah kunci kontak, mobil merek Toyota tipe roadster model Mb penumpang warna merah beserta dua buah kunci kontak dan mobil merek Hummer tipe H3 model Jeep warna silver beserta satu buah kunci kontak.
Sebelum kasus TPPU, Andhi Pramono terlebih dahulu dijerat sebagai tersangka atas dugaan penerimaan gratifikasi. Kasus itu telah bergulir di persidangan.
Dalam perkara gratifikasi, Andhi Pramono didakwa menerima uang dengan total Rp58.974.116.189 (Rp58 miliar).
Ia diduga menerima gratifikasi itu sejak 2012 sampai 2023 atau selama menjabat sejumlah posisi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. (hmd/nsi)