- ILC
Pakar Hukum Tata Negara Sebut Penggelembungan Suara PSI Alihkan Isu Hak Angket
Jakarta, tvOnenews.com - Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan penggelembungan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) untuk mengalihkan perhatian dari hak angket dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Andalas itu berpendapat motif penggelembungan suara PSI tidak hanya sekedar meloloskan parpol yang dipimpin anak Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu ke DPR, tapi juga untuk mengalihkan isu dari kecurangan pilpres menjadi isu kecurangan PSI.
“Bagi saya kecurangan terang benderang ini motifnya tidak sekadar meloloskan PSI, tetapi isunya juga beralih dari isu kecurangan pilpres menjadi isu kecurangan PSI,” kata dia, melansir keterangan resmi, Rabu (6/3/2024).
Aktor film dokumenter Dirty Vote itu menyebut penggelembungan suara PSI terlalu terang benderang.
Hampir tidak mungkin dalam batas penalaran yang wajar terjadi penggelembungan suara sangat besar di saat terakhir dari 2,5 persen menjadi 3,7 persen terjadi kenaikan 1,2 persen.
“Kalau dilihat rutenya akan tembus 4 persen. Trennya cepat dibanding pollster PSI dengan Prabowo-Gibran saat Jokowi menyatakan cawe-cawe langsung naik perolehan suara Prabowo-Gibran. Disesuaikan dengan kebutuhan Jokowi dan kebutuhan parpol anak Jokowi,” ujarnya.
Lebih lanjut, mantan Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas itu menyentil pollster dan analisis politik yang tidak angkat bicara perihal kenaikan perolehan suara PSI yang tidak masuk akal dan curang.
“Ini bagian dari mendukung kecurangan. Kebetulan publik tidak nyaman dengan partai anak presiden lolos parlemen,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta Justin Adrian meminta khalayak jangan cepat berasumsi terkait melejitnya suara PSI di parlemen mencapai 3,13 persen.
"Menurut saya sebaiknya jangan terlalu cepat para pihak berasumsi. Semua masih terjadi dalam batas kewajaran," jelas dia saat dihubungi media, Selasa (5/3/2024).
Anggota Komisi D Bidang Pembangunan DPRD DKI Jakarta ini mengatakan masa perhitungan suara juga masih bergulir panjang.
"Sehingga fluktuasi suara adalah hal yang sangat wajar. Tidak bijak bilamana berprasangka dengan hanya berdasarkan hasil survei," ujarnya.
Terlebih menurut Justin, survei adalah indikator melalui sampling ribuan responden. Sedangkan, perhitungan manual KPU adalah perhitungan riil dari ratusan ribu TPS yang ada di Indonesia.
"Kalau memang data internal PSI menyatakan kita tidak lolos 4 persen, maka PSI sudah pasti segera declare kekalahan seperti di 2019 kemarin," tegas dia.
"Tapi kini data internal kita di atas 4 persen sehingga sampai saat ini kami tetap secara ketat memantau perhitungan suara di lapangan," sambungnya.
Justin juga mengklaim bahwa pihak PSI juga telah melakukan pemulihan terhadap suara-suara mereka yang sempat hilang, namun berkat kontribusi Form C-1 Plano baik dari pengurus, simpatisan maupun masyarakat luas. (agr/nsi)