- Pxhere
Garap 3 Proyek Nikel di Sulawesi Senilai Rp143 Triliun, Vale Indonesia: IUPK-nya Belum Jelas
Jakarta, tvOnenews.com - Perusahaan tambang pelat merah PT Vale Indonesia Tbk. saat ini sedang mengembangkan 3 proyek smelter nikel baru di Sulawesi.
Tak main-main, total investasi proyek tambang nikel PT Vale Indonesia tersebut digadang senilai 9 miliar dolar AS atau sekitar Rp143 triliun.
Lokasi proyek nikel tersebut tersebar di Sorowako (Sulawesi Selatan), Pomalaa (Sulawesi Tenggara), dan Bahodopi (Sulawesi Tengah).
Sayangnya, PT Vale sampai saat ini masih menunggu kepastian pemerintah terkait dokumen izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Senior Manager Communication Vale Indonesia, Bayu Aji, mengatakan bahwa pihaknya mengharapkan kejelasan IUPK dari pemerintah.
"Sampai saat ini dari sisi PT Vale, kami belum menerima dokumennya," ucap Bayu Aji kepada awak media di Jakarta, Senin (1/4/2024).
Vale Indonesia berharap agar dokumen IUPK dapat secepatnya keluar.
Mengingat pihak Vale juga ingin proyek smelter yang sedang digarap di Sulawesi dapat berjalan dengan lancar.
"Kami sangat berharap bisa segera karena dengan adanya IUPK tentunya ini 'kan jaminan kepastian kami lagi ke depan. Bayangkan saja mau investasi 9 miliar dolar AS terus kemudian IUPK-nya belum jelas 'kan kalau berbisnis harus jelas juga ke depan," ujar Bayu.
3 Proyek Nikel di Sulawesi
Mengutip dari laman resmi perusahaan, Vale beroperasi dalam naungan Kontrak Karya yang telah diamandemen pada 17 Oktober 2014 dan berlaku hingga 28 Desember 2025.
Perusahaan dengan kode saham INCO ini memiliki luas konsesi mencapai 118.017 hektar meliputi Sulawesi Selatan (70.566 hektar), Sulawesi Tengah (22.699 hektar) dan Sulawesi Tenggara (24.752 hektar).
PT Vale Indonesia fokus dalam pertambangan nikel laterit untuk menghasilkan produk akhir berupa nikel dalam matte.
Salah satu raksasa nikel Tanah Air ini memiliki volume produksi nikel per tahun mencapai 75.000 metrik ton.
Dalam produksi nikel di Blok Sorowako, Vale bahkan telah menggunakan teknologi pyrometalurgi (meleburkan bijih nikel laterit).
Sedangkan proyek di Bahodopi direncanakan akan dibangun pabrik pengolahan untuk memproses bijih saprolit dan menghasilkan feronikel yang merupakan bahan utama dalam pembuatan baja nirkarat.
Sedangkan pada proyek di Pomalaa, saat ini tengah dikembangkan untuk memproses bijih nikel limonit dengan menggunakan teknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching) guna menghasilkan produk yang nantinya diolah menjadi bahan utama baterai mobil listrik. (rpi)