Eddy Hiariej.
Sumber :
  • Antara

Eddy Hiariej Sebut Pencalonan Gibran Harusnya Digugat ke PTUN, Bukan MK

Kamis, 4 April 2024 - 20:58 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada Edward Omar Sharif Hiariej menyebut dalil-dalil permohonan yang diajukan Anies-Muhaimin (AMIN) dan Ganjar-Mahfud bukan menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengadilinya.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM yang kerap disapa Eddy itu mengatakan bahwa wewenang MK dalam sengketa pemilu hanya sebatas persoalan penghitungan suara. Hal itu telah termaktub dalam Pasal 24C UUD NRI Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.

"Yang menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi hanyalah sebatas hasil penghitungan suara, tidak lain dan tidak bukan karena kita melakukan interpretasi gramatikal sistematis, baik terhadap Pasal 24C maupun Pasal 74 dan Pasal 75 Undang-Undang MK," ucap Eddy saat dihadirkan sebagai ahli dari kubu Prabowo-Gibran di Gedung I MK RI, Jakarta, Kamis (4/4/2024).

Eddy mengutarakan bahwa postulat yang berarti perkataan adalah hal pertama yang diperiksa untuk mencegah adanya kesalahan pengertian atau kekeliruan dalam menemukan hukum. Oleh sebab itu, dalil permohonan AMIN dan Ganjar-Mahfud hanya mempersoalkan hal-hal di luar kewenangan MK.

"Artinya, kalau MK ini diminta untuk mengadili sesuatu yang di luar kewenangannya, sesungguhnya kuasa hukum Paslon 01 dan kuasa hukum Paslon 03 memaksa Mahkamah untuk melanggar apa yang kita sebut sebagai yuridikitas rechtmatingheid atau asas yuridikitas yang berarti bahwa Mahkamah atau pengadilan tidak boleh memutus sesuatu yang berada di luar kewenangannya," ucap Eddy.

Di samping itu, terkait dengan permasalahan keabsahan pencalonan Prabowo-Gibran, Eddy menilai hal itu merupakan sengketa proses dan bukan merupakan kewenangan MK.

Seharusnya, kata dia, pasangan calon lain yang keberatan menggugat ke pengadilan tata usaha negara (PTUN) ketika KPU mengeluarkan keputusan pencalonan Prabowo-Gibran. Namun, AMIN maupun Ganjar-Mahfud tidak mengajukan gugatan tersebut.

"Secara de facto, pada masa kampanye, saat debat presiden dan wakil presiden, hal ini tidak pernah dipersoalkan. Artinya ada pengakuan secara diam-diam," kata Eddy.

Ia menilai persoalan batas usia seharusnya tidak persoalkan karena KPU hanya melaksanakan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Semestinya, terkait dengan batas usia ini tidak dipersoalkan kepada KPU, tetapi kepada MK," tuturnya.

Dalam PHPU Pilpres 2024, Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden RI Anies-Muhaimin pada intinya meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.

Anies-Muhaimin juga memohon MK mendiskualifikasi Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden RI Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024. Keduanya turut meminta MK memerintahkan kepada KPU melakukan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa mengikutsertakan Prabowo-Gibran.

Sementara itu, Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden RI Ganjar-Mahfud memohon MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.

Mereka turut meminta MK mendiskualifikasi Prabowo-Subianto selaku pasangan calon peserta Pilpres 2024. Kemudian, juga memohon MK memerintahkan KPU melakukan pemungutan suara ulang untuk Pilpres 2024 hanya antara Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud. (ant/ebs)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
08:08
03:20
05:00
05:20
02:38
08:29
Viral