Ilustrasi pasien lihat hasil tes kasus DBD dengan gejala varian baru.
Sumber :
  • Pexels/Polina Tankilevitch

Waspada! Ternyata Maraknya Kasus DBD 2024 di Indonesia karena Faktor Perubahan Cuaca, Banyak Gejala Varian Baru

Kamis, 25 April 2024 - 05:40 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia pada 2024 terus meningkat, disebabkan karena faktor perubahan cuaca membuat kasus ini tidak terkendali.

Perubahan iklim atau cuaca menjadi faktor pemicu terbesar kasus DBD di Indonesia naik kembali pada 2024. Padahal di tahun 2023, jumlah angka pasien yang terkena penyakit mematikan ini turun dari 143 ribu menjadi 115 ribu.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi mengatakan, peningkatan sistem diagnosis Dengue sangat diperlukan.

Tujuannya untuk mendeteksi terhadap penyakit yang memiliki sifat zoonosis hingga disebabkan dari lingkungan. Seperti pada kasus virus Covid-19 yang membutuhkan alat rapid test guna membantu pencegahannya.

"Kita butuh deteksi, seperti yang Pak Menteri bilang, yang menyebut tentang rapid test, karena ini perlu didistribusikan di fasilitas kesehatan dasar kita, karena Dengue memiliki (konsekuensi) yang parah apabila telat ditangani," ungkap Imran dalam Arbovirus Summit melalui kanal YouTube Kemenkes RI, Senin (22/4/2024).


Ilustrasi Nyamuk Aedes Aegypti penyebab kasus penyakit DBD. (Pexels/Anuj)

Faktor pemicu kasus ini meningkat dipantau setelah meredamnya Covid-19, yang di mana gejala klasik atau umumnya sudah tidak terdeteksi.

Karena itu pihak Kemenkes sangat waspada, lantaran sudah ada pembuktian yang dialami sejumlah pasien di Kota Bandung.

Sebab, sudah banyak terdeteksi bahwa kasus DBD di Indonesia memiliki gejala varian yang baru, bukan lagi tentang faktor pada umumnya.

Diliat dari kasus DBD meningkat di Kota Bandung pada Maret 2024 kemarin, di antara 2.098 pasien merasakan gejala varian baru yang dianggap sangat mengerikan.

Gejala varian baru dijelaskan Dinkes Kota Bandung, memiliki tanda-tanda seperti mengalami demam berhari-hari, tidak memiliki bintik merah sebagai gejala pada umumnya.

Bahkan pasien yang terkena penyakit berbahaya ini mengalami flu biasa tetapi efeknya sangat mengerikan.

Sontak, Imran menilai kalau dari total seluruh pasien yang terkena DBD di Indonesia sudah tidak memiliki gejala sekitar 50 persen.

Dalam hal ini untuk mendeteksi penyakit disebabkan oleh Nyamuk Aedes Aegypti tersebut diperlukan adanya sistem yang sensitif.

Di mana harus penyakit yang tidak dapat diketahui langsung cepat terdeteksi dengan baik. Maupun yang bersifat menular lewat binatang atau dari lingkungan.

Ditambah, perubahan iklim atau cuaca juga menjadi faktor yang berbahaya terhadap lingkungan, membuat nyamuk mematikan pemicu DBD tersebut semakin liar.

Membuat pihaknya harus menangani, karena selain dampak dari perubahan cuaca juga dapat memicu adanya kekeringan yang dapat mengganggu pelayanan kesehatan.

"Perubahan iklim tak hanya membebani pelayanan kesehatan, karena membuat kasus semakin naik dan naik, tetapi kami juga menimbang bahwa perubahan iklim akan membebani sistem kesehatan. Sebagai contoh, kekeringan," paparnya.

Bisa diambil contoh saat desa mengalami kekeringan, yang membuat orang-orang dari perkampungan pindah ke kota.

Tentunya situasi yang ada di kota semakin padat dan dijadikan pertimbangan dalam menambah jumlah kasus yang terus meningkat.

Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam acara Arbovirus Summit disiarkan Kemenkes menganggap penyakit yang bersifat arboviral.

Penyakit tersebut dapat menimbulkan pengancaman terhadap kesehatan. Tidak hanya itu saja, gangguan perekonomian secara global juga sangat berpengaruh.

Geografi penyakit yang bersifat arbovirus pada tahun ini sangat besar terkait cakupan dari segi luasnya.

Sebab, hal tersebut dipengaruhi lantaran adanya urbanisasi, perubahan cuaca atau iklim hingga memicu populasi nyamuk terus menambah dengan skala cepat.

"Pada 2023 lebih dari enam juta kasus Dengue dilaporkan secara global dan sekitar tiga juga kasus sudah dilaporkan tahun ini, meskipun musim pancaroba paling intens belum mulai di sejumlah daerah," pungkasnya.

Oleh karena itu, peningkatan kasus DBD semakin marak di Indonesia disebabkan perubahan iklim patut diwaspadai bersama, guna sebagai imbauan kepada masyarakat agar terus menjaga kebersihan lingkungan. (ant/hap)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:32
01:25
03:14
02:08
02:11
02:30
Viral