- Istimewa
Polisi Sebut Akun TikTok @galihloss3 Menistakan Agama Demi Dapat Endorsement
Jakarta, tvOnenews.com - Polisi menyebut akun TikTok @galihloss3 menistakan agama demi mendapatkan endorsement.
Hal ini dikatakan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak.
"Tujuan yang bersangkutan membuat seluruh konten video dalam akun tersebut untuk mencari endorsement," ujar Ade, Rabu (25/4/2024).
Sementara itu, GNAP—pemilik akun @galihloss3—telah membuat video klarifikasi permintaan maaf terkait video tersebut.
"Di sini saya meminta maaf sebesar-besarnya kepada seluruh umat muslim dan saya menyesali semua perbuatan saya. Saya berjanji untuk tidak akan mengulangi video VT tersebut dan saya akan berjanji akan membuat video-video yang lebih bermanfaat kepada masyarakat Indonesia dan mengedukasi lebih baik lagi ke depannya," kata GNAP.
Tersangka telah ditangkap oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya pada Senin (22/4/2024) saat tim unit 2 Subdirektorat (Subdit) IV Tindak Pidana Siber (Tipid Siber) Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan patroli siber dan mendapati adanya akun TikTok dengan nama @galihloss3 yang mengunggah video bermuatan SARA.
Ade menyebut video tersebut berisikan penyebaran kebencian berbasis SARA melalui media elektronik dan penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
"Selanjutnya dilakukan upaya penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut atas dugaan tindak pidana yang terjadi tersebut," terangnya.
Ade menjelaskan berdasarkan hasil penyidikan pada Senin (22/4/2024) pukul 14.30 WIB tim penyidik melakukan gelar perkara untuk menetapkan GNAP menjadi tersangka.
Dia juga telah mengamankan sejumlah bukti, yaitu dua unit ponsel, satu buah akun TikTok dengan nama @galihloss3, satu buah e-mail galihlos2911@gmail.com, satu buah kartu SIM nomor 089653703774 dan satu set mikrofon.
Dia telah ditetapkan sebagai tersangka dengan Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 156 a KUHP.
"Dengan ancaman maksimal pidana enam tahun dan pidana maksimal Rp5 miliar," pungkas dia. (ant/nsi)