- tvOnenews.com/Julio Trisaputra
PDIP Sebut Usulan Kadernya Soal Melegalkan Money Politic Sebagai Bentuk Kejengkelan Pemilu 2024
Jakarta, tvOnenews.com - Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat buka suara terkait usulan melegalkan praktik money politics yang disuarakan kader partainya, Hugua selaku anggota Komisi II DPR.
Dia menjelaskan, apa yang diucapkan Hugua itu sebagai bentuk kejengkelan serta keprihatinan atas pelaksanaan Pemilu 2024.
Dia menyebut, pada Pemilu 2024 marak terjadinya praktik money politics di berbagai daerah, tapi tidak ditindak tegas.
"Ini sebetulnya bentuk kejengkelan, bentuk keputusasaan, bentuk keprihatinan dan kegeraman yang mendalam, melihat praktik demokrasi liberal, di mana praktik money politics itu terjadi di semua wilayah dan terjadi pembiaran," kata Djarot di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Kamis (16/5/204).
Kata Djarot, PDIP tidak setuju dengan praktik tersebut atau biasa dikenal dengan istilah ‘serangan fajar’.
"Itu ada terang-terangan, tapi di daerah tertentu. Ini betul-betul pemilu yang paling brutal. Tentu saja money politic ini diharamkan, tapi dalam praktiknya terjadi secara masif," jelasnya.
"Bahkan untuk tingkat presiden pun sekarang ini, ini ada amplopnya. Kalau sudah begini, saudara sekalian, ini betul-betul kemerosotan mutu demokrasi kita dan ini tidak boleh dibiarkan," lanjut anggota Komisi IV DPR itu.
Meski demikian, Djarot mengatakan PDIP tidak sependapat dengan apa yang diusulkan oleh Hugua. Namun, pihaknya melihat pernyataan Hugua itu sebagai pengingat agar Pilkada 2024 tidak ada lagi praktik money politics.
"Meskipun rasanya sulit. Apakah kita harus menyalahkan rakyat yang menerima duit itu? Enggak. Apa artinya rakyat tidak percaya kepada demokrasi?" Ujar Djarot.
Dia menambahkan jangan sampai calon-calon yang maju di Pilkada nanti biayanya ditanggung oleh para pemodal maupun oligarki.
"Itulah mereka yang atas dasar biaya elektoral, jangan sampai biaya elektoral ini dalam Pilkada ditanggung oleh bohir-bohir, pemodal. Hati-hati. Ada biaya elektoral," bebernya.
"Jangan sampai jika terjadi money politics terus menerus, biaya elektoral ini dibiayai pemodal, oligarki, pemilik tambang, pemilik kebun, para koordinator. Saya punya pengalaman karena saya pernah maju di pilkada," lanjut Djarot.
Sebelumnya, Hugua meminta praktik money politic atau politik uang dilegalkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
Hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II bersama KPU RI, Bawaslu RI, DKPP, Mendagri membahas rancangan PKPU Pilkada 2024.
“Tidak kah kita pikir money politic dilegalkan aja di PKPU dengan batasan tertentu karena money politic ini keniscayaan,” kata Hugua di Ruang Rapat Komisi II DPR, Gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024).
Menurutnya, banyak pemilih yang memilih calon kandidat karena uang.
Oleh karena itu, dia menilai praktik money politic itu lebih baik dilegalkan dengan menetapkan nominal maksimal. Kata dia, istilah money politic dalam PKPU bisa diganti dengan istilah cost politic.
“Kita juga tidak money politic tidak ada yang pilih, tidak ada yang pilih di masyarakat karena atmosfernya beda,” jelas Hugua.
Hugua menyebut dengan adanya aturan nominal yang ditetapkan di PKPU maka Bawaslu bisa menertibkan sesuai aturan tersebut.
“Sebab, kalau barang ini tidak dilegalkan, kita kucing-kucingan terus. Yang akan pemenang nanti ke depan adalah para saudagar. Jadi pertarungan para saudagar, bukan lagi pertarungan para politisi dan negarawan,” jelasnya.
“Jadi sebaiknya kita legalkan saja dengan batasan tertentu. Kita legalkan misalnya maksimum Rp20 ribu atau Rp50 ribu, Rp1 juta atau Rp5 juta karena ini permainan cuma di situ,” tutup Hugua. (saa/dpi)