- Istimewa
Siswi SLB Kalideres Korban Kekerasan Seksual Kini Dirawat di RS Tangerang, KemenPPPA Pastikan dapat Perlindungan
Jakarta, tvOnenews.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) memastikan akan terus mengawal kasus kekerasan seksual yang dialami seorang anak berkebutuhan khusus (AS), salah satu siswi Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kalideres, Jakarta.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar menegaskan pihaknya telah melakukan koordinasi dan akan terus melakukan pemantauan terhadap proses penanganan yang sedang berjalan.
Menurut Nahar, hal ini semata untuk memastikan kepentingan terbaik bagi korban.
“Kami sangat prihatin dan mengecam tindakan kekerasan seksual yang dialami oleh korban. Kekerasan terhadap anak merupakan pelanggaran hak anak dan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun," ucap Nahar, Senin (27/5/2024).
Nahar mengatakan, kasus tersebut sedang dalam penanganan PPPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Provinsi DKI Jakarta.
"Saat ini korban sedang menjalani perawatan secara intensif di RS daerah Tangerang," ujar Nahar.
Dalam upaya penanganan dan pendampingan korban, Nahar mengatakan Kemen PPPA telah berkoordinasi dengan PPPA Provinsi DKI Jakarta, Sudin Pendidikan (Kasudin Pendidikan Wilayah I Jakarta Barat, Kasi PAUD, Pengawas, dan staf), pihak SLB, dan perwakilan keluarga korban untuk membahas terkait hak pendidikan anak dan tindak lanjut terkait kasus kekerasan yang terjadi pada anak korban.
Selain itu, Nahar menyebut, KemenPPPA juga akan memfasilitasi PPPA Provinsi DKI Jakarta terkait ahli bahasa isyarat untuk mendampingi anak pada proses BAP.
"PPPA Provinsi DKI Jakarta akan melakukan asesmen lebih lanjut pada korban," katanya.
Lebih lanjut, Nahar menyampaikan pelaku diduga telah melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak yang melanggar pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
"Maka sesuai pasal 81 Ayat (1) dan Ayat (6) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terancam pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku," papar Nahar.
Selain itu, Nahar menyebut, pelaku juga diduga telah melanggar UU No. 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
"Pelaku dapat dikenakan sanksi pidana sesuai pasal 6 ayat b yang berbunyi "Setiap Orang yang melakukan Perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual dan/atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaanya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan dengan penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupah)," jelasnya.
Tak hanya itu, Nahar nuga mendorong agar proses hukum terhadap pelaku dapat berjalan dengan cepat dan adil.
Dia menegaskan akan mengawal kasus ini hingga anak korban mendapatkan keadilan yang semestinya.
“Kami akan terus memantau dan memastikan bahwa anak korban dan keluarga mendapatkan keadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Kami pun siap memberikan bantuan pendampingan bagi korban baik itu pendampingan secara hukum maupun psikologis," ucap Nahar.
"Kami juga terus mengimbau kepada seluruh orang tua dan masyarakat agar bersama-sama melindungi anak dari potensi dan ancaman kekerasan terhadap anak di lingkungan sekitar,” pungkasnya.(rpi/lgn)