- tvOnenews.com/Ilham Ariyansyah
Dua Pemuda di Bandung Nekat Bangun Home Industri Tembakau Sintetis, Polisi Sampai Harus Menyamar
Bandung, tvOnenews.com - Polresta Bandung mengungkap sebuah home industri pembuatan tembakau sintetis di Kampung Durung Tengah, Desa Bojong, Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada Kamis (23/5/2024) kemarin.
Dari hasil pengungkapan tersebut, dua orang pelaku berinisial AY (19) dan APS (23) diamankan.
Kapolresta Bandung Kombes Pol Kusworo Wibowo menyampaikan, petugas Satreskrim Polresta Bandung dan Polsek Nagreg membongkar home industri yang membuat tembakau sintetis di wilayah Nagreg.
"Polresta Bandung bersama dengan Polsek Nagrek telah mengungkap kasus home industri pembuatan tembakau sintetis dengan tersangka inisial AY dan APS," kata Kombes Pol Wibowo, Senin (27/5/2024).
Sebelum memproduksi tembakau sintetis, lanjut Wibowo, AY dan APS merupakan kurir di salah satu akun yang menjual barang haram tersebut selama satu tahun dan mereka juga merupakan pengguna narkotika.
"Sebagai kurir mereka mendapatkan fee (untung) 10 persen dari omzet yang terjual, misal mengirim seharga Rp 500 ribu maka dapat uang Rp 50 ribu," ungkapnya.
Setelah menjadi kurir selama satu tahun, AY dan APS meminta kepada akun penjual narkotika bernama system of gods untuk membuka akses bahan baku tembakau sintetis.
Mereka hendak memproduksi tembakau sintetis yang lebih kuat.
"Setelah mendapatkan link barang-barang sebagai bahan baku ini yang bersangkutan sudah 4 hari melakukan uji coba dan baru melakukan transaksi penjualan sebanyak 4 titik," ucapnya.
Di titik keempat, Kusworo mengatakan, anggota Polsek Nagreg yang menyamar dengan membeli barang tersebut menangkap pelaku dan barang bukti seperti alat pembuat tembakau sintetis.
Total barang bukti yang disita mencapai Rp20 juta.
Kedua pelaku dijerat pasal 114 dan pasal 112 undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang menjadi perantara menjual dan menyerahkan narkotika golongan 1 dengan ancaman hukuman paling singkat 5 tahun pidana penjara dan paling lama 20 tahun serta denda maksimal Rp 10 miliar. (iah/dpi)