- tim tvOne
Buruh Dibebankan Tapera, Sri Mulyani hingga Basuki Terima Gaji dari Tapera, Jumlahnya Fantastis
Jakarta, tvOnenews.com - Tabungan Perumahaan Rakyat (Tapera) semakin ramai diperdebatkan oleh sejumlah kalangan.
Pasalnya, kebijakan Presiden Jokowi soal Tapera ini menuai pro dan kontra di sejumlah kalangan, maupun sebagian buruh.
Hal ini lantaran, sebagian tokoh dan politikus Indonesia menilai Tapera sangat membenani buruh.
Di samping itu, ada hal yang paling mengejutkan lagi. Hal ini lantaran, buruh dibebankan untuk menyisihkan 3 persen dari gajinya untuk Tapera.
Namun, Menkeu Sri Mulyani dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menerima gaji yang nilainya begitu fantastis dari Tapera.
Sebagaimana dilansir dari laman resmi, pengurus Tapera sendiri terdiri dari komite dan komisioner.
Salah satu anggota Komite Tapera adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Di dalam komite tersebut, untuk menunjang kinerja Sri Mulyani, ia berhak mendapatkan honorarium sebesar Rp29,25 juta per bulannya.
Besaran honor yang diterima Sri Mulyani sama dengan honor yang juga diberikan untuk anggota Komite Tapera lain, yakni Ida Fauziah yang menjabat Menteri Ketenagakerjaan.
Kemudian, dalam pasal 3, besaran honorarium tertinggi adalah Komite Tapera unsur profesional sebesar Rp 43,34 juta.
Lalu, anggota dengan posisi Ketua Komite Tapera yang yang dijabat Menteri PUPR Basuki Hadimuljono yakni sebesar Rp32,5 juta.
Honorarium para menteri ex officio di BP Tapera ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2023 tentang Honorarium, Insentif, dan Manfaat Tambahan lainnya untuk Komite Tapera.
Besaran tersebut baru menghitung honorarium saja, artinya komite juga masih mendapatkan penghasilan berupa insentif, tunjangan, dan manfaat tambahan lainnya.
Untuk tunjangan yang diterima pengurus BP Tapera antara lain THR yang nominalnya satu kali honorarium, tunjangan transportasi, tunjangan asuransi, dan tunjangan lainnya.
"Honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setiap bulan," tulis Pasal 2 ayat (2).
Sebelumnya diberitakan, Mahfud MD menyarankan pemerintah, agar mengkaji kembali skema program tersebut.
Karena, menurut Mahfud, hitungan Tapera dengan simpanan wajib per bulan sebesar 3 persen tidak masuk akal.
"Kalau tidak ada kebijakan jaminan betul-betul akan mendapat rumah dari pemerintah bagi penabung, maka hitungan matematisnya memang tidak masuk akal," tulis Mahfud dalam akun X milik pribadinya seperti yang dikutip pada, Kamis (30/5/2024).
Bahkan, ia juga merinci dengan hitungan orang yang mendapatkan gaji Rp5 juta per bulan, maka ia hanya akan mendapatkan sekitar Rp100 juta dalam periode 30 tahun menabung.
Namun, pada masyarakat yang memiliki gaji Rp10 juta per bulan, hitungan Tapera itu menurutnya juga tidak masuk akal.
Hal ini lantaran, kata dia, mereka akan mendapatkan Rp225 juta dalam 30 tahun, sementara harga rumah di masa depan terus mengalami kenaikan harga.
"Untuk sekarang pun Rp100 juta tak akan dapat rumah apalagi 30 tahun yang akan datang, ditambah bunganya sekali pun," jelasnya.
Maka dari itu, Mahfud menilai, bahwa masyarakat terutama yang memiliki gaji Rp15 juta per bulan dibiarkan untuk mengambil program kredit perumahan rakyat (KPR) melalui Bank pemerintah.
Karena menurutnya, KPR lebih masuk akal untuk mendapatkan rumah.
Akan tetapi, kata Mahfud, bila pemerintah juga masih ngotot dengan program Tapera, maka dia meminta agar pemerintah bersedia menjamin rakyat sudah pasti mendapatkan rumah.
"Apa ada kebijakan yang menjamin para penabung untuk betul-betul dapat rumah? penjelasan tentang ini yang ditunggu publik," kata Mahfud.
Seperti diketahui dalam pemberitaan di media massa yang akhir-akhir ini mencuat, bahwa pemerintah bakal memotong gaji pekerja sebesar 3 persen untuk simpanan Tapera paling lambat pada 2027.
Potongan gaji ini menyasar semua pekerja mulai dari PNS, TNI, Polri, karyawan swasta, pekerja mandiri hingga freelancer.
Simpanan ini bersifat wajib sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera, yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 Mei 2024. (aag)