- istimewa - Antara
Tak Hanya Sebut Tapera Bentuk Penindasan Baru, Hasto: Ini Tidak Boleh Dilakukan
Jakarta, tvOnenews.com - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengkritik aturan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang menuai banyak kontra di masyarakat.
Menurutnya, aturan memotong gaji lewat Tapera merupakan bentuk penindasan baru.
"Nah terkait dengan persoalan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) itu kan UU mengatakan tidak wajib, ketika ini menjadi wajib maka menjadi suatu bentuk penindasan yang baru dengan menggunakan otokrasi legalism tadi," pungkas Hasto kepada wartawan seusai kuliah umum di FISIP UI, Depok, Senin (3/6/2024).
Hasto menegaskan iuran Tapera seharusnya tidak boleh diterapkan. Terlebih aturan Tapera ini sudah mendapat banyak kritik, baik dari masyarakat umum maupun akademisi.
"Ini yang seharusnya tidak boleh dilakukan, bahkan tadi menjadi bagian dari kritik kebudayaan yang disampaikan Prof Sulistyowati (Guru Besar Antropologi UI)," jelas dia.
Sebagaimana diketahui, lewat program Tapera, buruh ataupun pekerja dengan gaji di atas upah minimum harus membayar 3% dari gajinya.
Iuran ini akan menjadi tabungan perumahan pekerja yang bisa digunakan untuk manfaat Kredit Pemilikan Rumah (KPR) murah, kredit pembangunan rumah, dan kredit renovasi rumah.
Di sisi lain, apabila pekerja tak mau menggunakan manfaat Tapera, nantinya tabungan tersebut dikembalikan saat pensiun dengan nominal ditambah pemupukan atau imbal hasil dari pengelolaan yang dilakukan BP Tapera.
Sebelumnya diberitakan, Kebijakan Presiden Jokowi soal Tapera masih tuai pro dan kontra. Bahkan, menuai perbincangan di tengah - tengah publik, terutama sebagian kaum buruh.
Di tengah polemik Tapera ini juga, mencuat pula potongan video pernyataan Komisioner BP Tapera, Heru Pudyono Nugroho di media sosial instagram.
Dalam tayangan video itu, dia ditanya, mengapa yang sudah punya rumah wajib ikut Tapera?
Heru menjawab, bahwa pertumbuhan demand setiap tahun dan ini merupakan data statistik juga.
"700 ribu sampai 800 ribu keluarga baru yang belum punya rumah," katanya seperti yang dilansir dari Manaberita, (1/6/2024).
"Jadi kalau mengandalkan pemerintah saja, nggak akan ngejar dan sampai kapan backlocknya mau selesai."
"Makanya perlu ada grand design dengan melibatsertakan menyertakan masyarakat untuk bersama-sama pemerintah, bareng-bareng ini dan konsepnya bukan iuran, nabung."
"Konsepnya adalah nabung, yang sudah punya rumah, dari hasil sebagian tabungannya untuk mensubsidi biaya KPR bagi yang belum punya rumah, ya tadi prinsip gotong royong di undang-undangnya itu," jelas Heru Pudyono Nugroho.
"Pemerintah, masyarakat yang punya rumah, bantu yang belum punya rumah," jelasnya kembali. (aag)