Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty dalam kegiatan Potret Gangguan Informasi di Pemilu 2024 dan Potensinya di Pilkada Serentak 2024 yang di selenggarakan Perludem secara daring..
Sumber :
  • ANTARA/HO-Bawaslu RI

Ada Ancaman Nyata, Semua Warga Indonesia Diminta Harus Waspada di Pilkada 2024

Kamis, 13 Juni 2024 - 08:00 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty merasa seluruh tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) rawan lantaran berpotensi terjadinya gesekan.

“Misalnya dengan calon potensial yang akan maju, tetapi kami menyatakan bahwa konflik sangat dekat, konfliknya dengan lingkungan terdekat. Masyarakat akan memilih pemimpin terbaiknya di daerah yang dekat dengan kehidupan mereka, sehingga ini juga menyatakan tidak hanya konflik elite, tetapi juga konflik di daerah itu,” kata Lolly dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (13/6/2024).

Dia memaparkan, definisi undang-undang, pemilu dan pemilihan itu masih terdapat perbedaan.

Lolly juga mencontohkan jika masyarakat bisa bicara soal dilarang menghina seseorang berdasarkan agama, suku, ras, untuk calon gubernur, bupati, dan wali kota di Undang-Undang Pemilu.



"Tetapi yang berbeda adalah di undang-undang pemilihan, pada poin tersebut menekankan melakukan kampanye berupa menghasut dan memfitnah, ini yang perlu digarisbawahi, mengadu domba partai politik, perseorangan dan atau kelompok masyarakat,” jelasnya.

Selain itu, Lolly mengungkapkan ada pertanyaan kunci yang sering ditanyakan mengenai definisi kampanye dalam undang-undang kepala daerah.

“Kalau di Undang-Undang Pemilu definisi kampanye sudah lebih detail, unsurnya dijelaskan, citra dirinya termuat, tetapi definisi kampanye dalam UU Kepala Daerah, justru tidak mendetailkan soal unsur, siapa saja yang akan bisa dikenai obyek kampanye seperti apa yang kemudian dilarang, dan berkenaan dengan citra diri itu tidak ada karena definisi sangat umum, kegiatan untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi misi dan program, calon gubernur, calon wakil gubernur,” kata Lolly.

Bawaslu juga mencoba mengidentifikasi pasal apa saja yang berpotensi menjadi pasal karet, pasal mana saja yang berpotensi tidak bisa di eksekusi hingga pasal mana saja yang akan berhadapan dengan sesama penyelenggara.

"Karena dimensi kerawanan, ada potensi sosial politiknya ada konteks penyelenggaraan, ada konteks kontestasinya dan ada konteks partisipasinya,” tuturnya.(ant/lkf)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
06:28
00:40
01:47
01:34
03:44
02:58
Viral