- ANTARA/Yuvensius Lasa Banafanu
Memalukan, Oknum Bappenda Kota Sorong-Papua Terseret Kasus Suap dari Wajib Pajak
"Kalau kita lihat, postur APBD Kota Sorong itu pendapatan daerah yang berasal dari pajak, hanya masuk 5,13 persen, tapi belanja pegawainya mencapai 41,23 persen. Sementara kota-kota besar di Timur itu sudah masuk dua digit untuk persentasenya dengan belanja pegawainya di bawah 30 persen," bebernya.
Dia juga menyebutkan, kondisi ini merupakan praktek birokrasi yang tak sehat dan nepotisme yang mengakar kuat menjadi hambatan serius dalam mengoptimalkan pendapatan daerah hingga bisa memicu terjadinya korupsi.
"Ada patologi birokrasi atau penyakit birokrasi di Papua. Dimana Aparatur Sipil Negara (ASN)-nya diangkat karena kedekatan, nepotisme kekeluargaan. Itu sangat kental di wilayah Timur, bukan karena jual-beli jabatan. Celakanya, kedekatan itu berpotensi menghasilkan SDM yang tidak kompeten," terang Dian.
Temuan ini harusnya menjadi tamparan keras bagi sistem birokrasi di Papua, karena nepotisme dan kurangnya kompetensi ASN mampu membuka celah bagi perilaku lancung yang berakibat pada kerugian keuangan negara dan menghambat pembangunan daerah.
Data KPK menunjukkan, Survei Penilaian Integritas (SPI) 2023 Kota Sorong masuk dalam kategori rentan, dengan skor 58,20 poin (nilai rata-rata nasional 70.97 poin).
Bahkan, skor Monitoring Center for Prevention (MCP) di tahun yang sama, berada di zona kuning dengan capaian 39,76 poin dari skala 0-100.
"Upaya pemberantasan patologi birokrasi di Papua harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Peningkatan kualitas ASN melalui sistem meritokrasi serta penerapan sistem yang transparan dan akuntabel juga menjadi kunci," tutur Dian.