- Istimewa
Cak Imin dan Istrinya Dilaporkan ke KPK, Ini Kasusnya
Jakarta, tvOnenews.com - National Corruption Watch (NCW) kembali melaporkan Muhaimin Iskandar atau biasa disapa Cak Imin beserta istrinya, Rustini Muhaimin Iskandar, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (12/8/2024).
NCW membawa data lengkap beserta daftar nama terkait dugaan korupsi Timwas Haji DPR RI yang melibatkan Cak Imin dan istrinya.
Laporan NCW ini menambah panjang daftar pelaporan Cak Imin di KPK atas dugaan tindak pidana korupsi, khususnya pasal 3 bab 2 terkait penyalahgunaan kewenangan yang menguntungkan diri sendiri dan keluarga, serta pelanggaran kode etik DPR pasal 10 mengenai perjalanan dinas dan penyalahgunaan wewenang.
Wakil Ketua Umum NCW, Doni Manurung, mengungkapkan laporan mereka kali ini disertai dengan Daftar Timwas Haji DPR RI tahun 2022, 2023, dan 2024.
Dari laporan tersebut, terungkap ternyata selama tiga tahun terakhir, nama Rustini tercatat sebagai anggota Timwas Haji DPR RI.
Selain itu, NCW juga membawa daftar laporan pertanggungjawaban (LPJ) Timwas Haji tiga tahun terakhir, di mana untuk tahun 2023 masih berupa draf dan belum dipublikasikan di situs web DPR RI.
Dia mengaku pihaknya mencatat adanya pemborosan anggaran yang signifikan dalam proses pengawasan Haji oleh DPR RI selama tiga tahun terakhir.
"Ada 80 orang yang berangkat, termasuk staf, istri, media, dokter, dan konten kreator, di mana masing-masing orang menerima pembiayaan sebesar 23.000 dolar," ujar Doni.
NCW berharap KPK segera memanggil dan melakukan penyelidikan terhadap Cak Imin dan istrinya terkait dugaan korupsi dalam Timwas Haji DPR RI 2024.
"Kami berharap KPK segera memanggil Cak Imin dan Ibu Rustini untuk dimintai keterangan dan dilakukan penyelidikan secepatnya," tuturnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, buka suara soal laporan yang diajukan terhadap Wakil Ketua DPR RI, Muhaimin Iskandar (Cak Imin), yang menuduh adanya penyalahgunaan kekuasaan dalam keikutsertaan istrinya, Rustini Murtadho, dalam Tim Pengawas Haji DPR 2024.
Setelah melakukan serangkaian verifikasi administratif dan hukum, MKD menyampaikan proses verifikasi awal tidak menemukan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Muhaimin Iskandar.
Laporan tersebut awalnya diajukan oleh Ketua Padepokan Hukum Indonesia, Musyanto, yang mengungkapkan Cak Imin diduga melibatkan istrinya dalam rombongan Timwas Haji DPR dan menggunakan visa penyelenggaraan haji yang bukan diperuntukkan bagi jemaah haji, serta menggunakan anggaran negara untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
Musyanto juga menyebutkan tindakan ini bertentangan dengan kode etik DPR RI nomor 1 tahun 2015.
Dalam menanggapi laporan ini, MKD DPR RI segera mengambil langkah verifikasi dengan menghubungi Sekretaris Jenderal (Sekjend) DPR RI.
Tujuan verifikasi ini adalah untuk memastikan apakah ada pelanggaran atau tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh Cak Imin dalam konteks keikutsertaan istrinya dalam Timwas Haji.
Berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh Sekjend DPR RI, MKD menemukan bahwa tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh Pimpinan DPR RI itu.
Verifikasi ini mencakup pemeriksaan dokumen perjalanan, izin yang dikeluarkan, serta regulasi yang mengatur perjalanan dinas luar negeri.
MKD DPR RI juga merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor No.164/PMK.05/2015, khususnya Pasal 7 ayat 7.
Pasal ini menyatakan bahwa dalam hal Pelaksana SPD dalam lingkup Kementerian Negara/Lembaga mengikuti kegiatan atau menghadiri acara yang mensyaratkan mengikutsertakan istri atau suami, dapat didampingi oleh istri atau suami sebagai Pihak Lain.
Berdasarkan peraturan tersebut, tindakan Cak Imin yang mengajak istrinya dalam Timwas Haji DPR adalah sah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Setelah melakukan verifikasi administratif dengan Sekjend DPR RI, kami tidak menemukan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Wakil Ketua DPR RI. Selain itu, sesuai dengan PMK No. 164 tahun 2015, terbukti bahwa beliau tidak melanggar ketentuan tersebut," ungkap Nazaruddin Dek Gam.
Nazaruddin menegaskan klarifikasi yang dilakukan untuk memberi pemahaman kepada masyarakat.
"MKD turun tangan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat. Kami berkomitmen untuk terus menjaga integritas dan transparansi dalam menjalankan tugas dan fungsi pengawasan, serta memastikan bahwa semua tindakan pejabat publik sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku," tuturnya.
Selain itu, Ketua Dewan Pimpinan Pusat PKB, Cucun Ahmad Syamsurizal, orang yang melaporkan Cak Imin ke MKD tidak mengerti regulasi. Sehingga, dia menilai, laporan tersebut adalah hal yang aneh.
“Ya aneh, dia nggak memahami yang dilaporkan itu kan ada regulasinya. Lho beliau pimpinan DPR baca PMK nomor 164 tahun 2016, ada regulasinya tidak sembarang semua," kata Cucun di Mabes Polri, Senin (5/8/2024).
Kendati demikian, Cucun mengatakan, melaporkan adalah hak bagi setiap orang. Nantinya, biar MKD yang mengkaji laporan-laporan tersebut.
"Terkait bagaimana ketika orang misalkan melaporkan itu apa yang mesti dilaporkan. Nanti MKD akan mengkaji, belum tentu bisa dilanjutkan itu laporannya ya," katanya.
Dia pun menjelaskan, istri Cak Imin berangkat sesuai dengan prosedur dengan sudah mengantongi visa sebagaimana harusnya.
“Visa kan visa haji tidak ada visa orang Mekkah itu gak mengenal visa apa-apa, visa haji hanya satu nama. Visa haji. Tidak ada visa penyelenggara haji, visa itu namanya hanya visa haji,” terang dia.
Cak Imin Dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan
Wakil Ketua DPR RI, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Cak Imin dilaporkan lantaran membawa sang istri saat bertugas sebagai Ketua Tim Pengawas (Timwas) Haji 2024.
Adapun laporan terhadap Cak Imin itu dilayangkan oleh Ketua Padepokan Hukum Indonesia (PHI), Musyanto, Senin, 5 Agustus 2024.
Musyanto mengatakan dengan mengajak istri, Cak Imin diduga melakukan penyalahgunaan kewenangan.
"Karena ada dugaan penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan ngajak seorang istri untuk dilibatkan dalam Timwas Haji. Nah itu bertentangan dengan peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2015 tentang kode etik, itulah itu yang kami laporkan," kata Musyanto di kantor MKD, Kompleks Parlemen DPR, Senayan, Jakarta Pusat.(lkf)