- tvOnenews.com/Julio Saputra
1000 Akademisi di Kampus UGM Almamater Jokowi Sampaikan Pernyataan Sikap Darurat Demokrasi Indonesia
Sleman, tvOnenews.com - Lebih dari 1000 akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) menyampaikan pernyataan sikap dan keprihatinan atas kondisi darurat demokrasi Indonesia akhir-akhir ini.
Mereka terdiri dari para dosen dan tenaga kependidikan (tendik) di kampus almamater Presiden Jokowi tersebut.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat dan Alumni Arie Sujito mengatakan pernyataan sikap ini sebagai bentuk respons atas kondisi demokrasi Indonesia yang tengah menghadapi masalah serius.
“Kita prihatin dengan kondisi demokrasi dan hukum kita yang mengalami kemunduran pasca reformasi dengan ditandai ketegangan hukum, manipulasi politik yang dapat beresiko mengancam konstitusi tatanan bernegara dan bermasyarakat,” kata Arie Sujito dalam keterangan tertulis dari UGM, Sabtu (24/08/2024).
Arie menyampaikan pernyataan sikap dari 1.000 akademisi ini muncul karena mereka tidak ingin demokrasi yang sudah diperjuangkan para mahasiswa dan aktivis di tahun 1998 lalu akhirnya harus mengalami stagnasi.
Serta kembali ke masa era Orde Baru di mana kekuatan oligarki partai dan manuver elit politik mewujudkan kepentingan kelompok dan golongan.
“Kita ingin mengembalikan marwah demokrasi agar tidak dirusak oleh kepentingan elit yang tengah berkuasa,” terang dosen Prodi Sosiologi Fisipol ini.
Arie menyebut pernyataan sikap para dosen dan tendik UGM ini mendapat dukungan dari Forum Dekan se-UGM yang melihat peristiwa manuver politik dari mayoritas kekuatan parlemen yang melakukan pengabaian putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat pencalonan Pilkada 2024.
“Saya kira ini jelas merusak tatanan politik dan hukum serta kaidah keadaban demokrasi,” tegasnya.
Menyikapi situasi darurat ini, lanjut Arie, para dosen dan tendik Universitas Gadjah Mada menyampaikan lima pernyataan sikap.
Pertama, mengecam segala bentuk intervensi terhadap lembaga legislatif dan yudikatif yang ditujukan untuk memanipulasi prosedur demokrasi sebagai sarana melanggengkan kekuasaan.
Kedua, menolak berbagai bentuk praktik legitimasi praktik kekuasaan yang mendistorsi prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat.
Lalu ketiga, mendorong dan menuntut penyelenggaraan Pilkada yang bermartabat dan berkeadilan dan sesuai kaidah hukum yang benar dan adil.
Keempat, mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tetap menjaga marwah dan prinsip sebagai penyelenggara Pilkada yang bermartabat dengan berpegang teguh pada tatanan aturan hukum yang ditetapkan, termasuk mematuhi dan menjalankan sepenuhnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024 sebagai landasan hukum.
Kemudian kelima, mengajak semua lapisan masyarakat sebagai subjek demokrasi untuk berkonsolidasi dan berpartisipasi aktif menyelamatkan Demokrasi Indonesia. (apo/muu)