- Tangkapan Layar YouTube Ustadz Alfian Tanjung
Terang-terangan Ustaz Alfian Tanjung Sebut Kedatangan Paus Fransiskus Meresahkan, Agama Islam Dipermalukan hingga...
Jakarta, tvOnenews.com - Ustaz Alfian Tanjung secara terang-terangan kritik kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia.
Potongan video Ustaz Alfian mengkritik keras kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia viral di media sosial.
Ustaz Alfian Tanjung alias UAT mengkritik keras kedatangan Pimpinan Tertinggi Gereja Katolik Paus Fransiskus ke Indonesia.
Ustaz Alfian Tanjung mengatakan kedatangan Paus Fransiskus ke Masjid Istiqlal di Jakarta akan membuat resah umat Islam.
Kritik keras itu Ustaz Alfian sampaikan melalui channel YouTube pribadinya pada Rabu (4/9/2024) lalu.
Dalam video berdurasi sekitar 16 menit itu awalnya Ustaz Alfian mengomentari soal artikel Azan Maghrib di TV yang diganti oleh running text saat Paus Fransiskus pimpin Misa Kudus di GBK.
Ustaz Alfian merespons berita atau artikel tersebut dengan tiga pendapatnya.
"Dulu gonggongan anjing sekarang running text itu yang pertama. Yang kedua, Anda ini Menteri Agamanya umat Islam atau Menteri Agamanya faksi Vatikan? dan yang ketiga mestinya mereka yang menyesuaikan dengan kita yang 90 persen muslim," tuturnya.
"Kok datang ke rumah orang, tuan rumah yang diatur-atur," tambahnya.
Menurutnya, seharusnya Misa Kudus Paus Fransiskus yang menyesuaikan dengan diselenggarakan pada pukul 20.30 WIB.
"Kenapa menjadi sore, selesai semua urusan. Selesai azan segala macam. Enak aja masuk ke rumah orang ngatur-ngatur," katanya.
Ia mempertanyakan sikap pemerintah dalam hal ini Menkominfo Budi Arie Setiadi dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang terkesan membiarkan.
Kemudian Ustaz Alfian mengomentari salah satu agenda Paus Fransiskus ke Masjid Istiqlal yang ingin mempromosikan kerukunan beragama.
"Kita sudah terlatih kerukunan beragama. Justru anda harus datang ke Manokwari, datang ke pusat-pusat Kristen. Kenapa dulu orang lagi salat dibubarin. Anda kasih tahu mereka," ungkapnya.
Menurutnya kedatangan Paus Fransiskus dengan berbagai agendanya di Indonesia harusnya direspons secara kolektif.
"Dulu Buya Hamka menolak kedatangan Paus dengan tegas, dengan prinsip-prinsip Al-Quran dan prinsip-prinsip kemusliman seorang muslim Indonesia," katanya.
"Mana MUI? mana Muhammadiyah? mana NU? mana kelompok-kelompok Islam yang mayoritas, yang disebut-sebut Sunnah Rasul, mana dia? Ini agama kita dipermalukan begini, azan kita diganggu-ganggu," tambahnya.
Ustaz Alfian meminta hukum dasar dan penjelasan soal digantinya azan dengan running text.
"Sekali lagi untuk Paus yang mau bicara di hadapan kita di Masjid Istiqlal itu harus diblok. Dan yang paling bagus sebetulnya Paus itu diminta atau segera dideportasi untuk segera pulang karena anda tidak cocok untuk menimbulkan kerukunan, justru kedatangan anda menimbulkan keresahan bagi orang-orang yang meyakini prinsip-prinsip tauhid," tuturnya.
Menurutnya, Paus Fransiskus tak perlu mengajarkan kerukunan di Indonesia yang sudah lebih baik.
"Sekali lagi kepada tokoh-tokoh Islam bersikap dong. Nyatakan pernyataan-pernyataan yang sifatnya kolektif. Kita nyatakan bahwa Misa tersebut boleh dilakukan tertutup saja, tidak usah disebarluaskan," katanya.
Menurutnya Paus Fransiskus menganggap suara azan berisik dan akan mengganggu mereka.
"Terus terang saja, kurang ajar lu di kampung orang enggak tahu diri," ujarnya.
Terakhir Ustaz Alfian menyayangkan Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas mengundang Paus Fransiskus ke Indonesia.
"Pengundangan itu merupakan sebuah catatan hitam, catatan merah, catatan silang untuk pengundangan terhadap orang itu (Paus Fransiskus)," pungkasnya.
Sebelumnya, Paus Fransiskus datang ke Indonesia Paus Fransiskus dalam misi perjalanan apostolik ke Asia Pasifik pada 3–11 September 2024.
Ada empat negara yang dikunjungi, yakni Indonesia, Papua Nugini, Timor Leste, dan Singapura.
Indonesia menjadi negara pertama yang dikunjungi pada tanggal 3 hingga 6 September 2024 dan kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia ini merupakan ketiga kalinya setelah Paus Paulus VI pada tahun 1970 dan kunjungan Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1989.(muu)