Pelarangan Angkutan Barang Sumbu 3.
Sumber :
  • IST

Disepakati, SKB Pelarangan Angkutan Barang Sumbu 3 Saat HBKN Akan Dikaji Ulang

Selasa, 24 September 2024 - 19:25 WIB

Rachmat Hidayat, Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik dan Hubungan Antar Lembaga Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) yang juga menjadi narasumber di acara ini, menyampaikan dampak kebijakan pembatasan angkutan barang pada saat HBKN terhadap sektor makanan dan minuman. Di antaranya, terjadinya biaya distribusi yang tinggi karena harus menggunakan truk-truk sumbu 2 yang jumlahnya lebih banyak, yang pada akhirnya meningkatkan harga barang makanan dan minuman di pasar. “Hal ini berdampak pada daya beli masyarakat yang menurun,” ungkapnya.

Dia pun mengusulkan agar pemerintah dapat mengevaluasi kembali kebijakan pembatasan angkutan barang, khususnya pada masa libur panjang seperti Lebaran, Natal dan Tahun Baru (Nataru), maupun libur panjang lainnya, bagi kendaraan makanan dan minuman khususnya air minum dalam kemasan (AMDK) untuk masuk dalam pengecualian. 

Ateng Aryono, Komite Perhubungan Darat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan semestinya logistik itu tetap menjadi sesuatu yang harus sedemikian rupa dilancarkan pada saat HBKN. “Jadi, bukan opsi lagi tetapi itu menjadi pilihan akhir dan pilihan utama harus lancar,” ucapnya. 

Dia mengingatkan bahwa dari perspektif pengusaha, ketika kelancaran logistik ini terhambat maka ada potensi terjadi stagnasi. Ketika itu terjadi, lanjutnya, maka ada kekhawatiran akan penambahan biaya yang nyata, baik dari satu sektor makro ataupun mikro yang dialami oleh para pengusaha di berbagai komoditi. “Akibatnya, bukan sekedar daya beli saja menjadi lebih mahal, tapi daya beli juga menurun yang akhirnya tidak bisa bersaing,” ungkapnya. 

Nofrisel, Pakar transportasi dari Institut Transportasi dan Logistik Trisakti, menyarankan agar dilakukan saja pengaturan terhadap semua kendaraan pada saat HBKN dan bukan pelarangan. “Yang paling penting adalah implementasinya di lapangan,” tukasnya. 

Dia mengatakan pemerintah bukan eksekutor. Yang menjadi eksekutornya adalah perusahaan-perusahaan, baik eksekutor di level produsen, manufacturing maupun di level perpindahan barang/jasa logistik. “Jadi, perlu melibatkan semua pihak. Karena, kita berharap pengaturan itu berimplikasi,” ucapnya.

Sebagai penanggap di acara ini, Gemilang Tarigan, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mengatakan kebijakan pembatasan di luar negeri memang ada, namun pemberlakuannya tidak sepanjang yang di Indonesia. “Jadi, harus ada improvement kebijakan, di mana truk selalu menjadi korban. Mindset harus diubah agar kebijakan tidak berorientasi pada pembatasan,” ucapnya.

Berita Terkait :
1
2
3 4 Selanjutnya
Topik Terkait
Saksikan Juga
02:05
02:23
01:56
09:16
02:24
02:20
Viral