- istimewa
Dunia Pendidikan RI sedang Darurat! Peristiwa Hina Kerap Terjadi, Ini Deretan Kasusnya
"Kalau masalah itu, disuruh beli rokok tengah malam, harus menyiapkan armada untuk seniornya, biaya pribadi. Makanan pun harus menyiapkan, itu biaya pribadi," kata Vieta kepada tim Fakta tvOne, dikutip Rabu (28/8/2024).
Menurut penjelasan Vieta, keluarga keponakannya itu sempat hampir menjual sawah di kampung untuk membiayai pengeluaran untuk senior tersebut.
Sebab, pengeluaran yang dibutuhkan sangat besar hingga membuat tabungan sang dokter muda semakin menipis.
"Sempat mau jual sawah juga. Mau dijual karena memang kebutuhan," kata dia menjelaskan.
Selain diberatkan dengan berbagai biaya, dokter Aulia juga pernah diminta melakukan hal-hal berat meski dirinya baru saja selesai operasi saraf kejepit.
Vieta mengatakan, keponakannya itu tak sempat beristirahat pasca melakukan operasi dan sudah diminta menjadi dokter aktif kembali.
Dua minggu pasca operasi, dokter muda itu harus beraktivitas seperti biasa bahkan melakukan hal-hal berat seperti mengangkat kasur dan membawa minum.
"Disuruh ngangkat minum, tidak boleh dibantu siapa pun," ujar Vieta.
Kisah menjadi mahasiswi PPDS yang berat itu dijalani Aulia sekuat tenaga, meski sempat ingin keluar.
Namun, ia terikat dengan beasiswa. Menurut kampus, jika ingin berhenti maka harus membayar sejumlah penalti.
Anehnya, ketika dikonfirmasi ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ternyata sebenarnya Aulia tidak perlu membayar penalti apapun.
"Kita baru tahu juga penjelasan dari Kemenkes kemarin, padahal itu tidak ada autran untuk mengganti penalti," kata Vieta.
Pihak kepolisian hingga kini masih belum bisa memastikan motif sesungguhnya dugaan bunuh diri yang dilakukan oleh sang dokter berusia 31 tahun itu.
- Korban Bullying SMA Binus
Tak hanya Undip, peristiwa ini juga terjadi di SMA Binus (Binus School Simprug).
Pada Selasa, 17 September 2024, tvOnenews.com mengabarkan soal kesaksian kobran bullying berinisial RE (16).
Hal tersebut diungkapkan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR.
Dia mengatakan pelaku merupakan anak-anak pejabat. Menurut RE, pelaku mengakui sebagai anak dari ketua umum partai politik (parpol), anak anggota DPR RI serta Mahkamah Konstitusi (MK).
RE mengungkap ketua umum partai yang dimaksud memiliki inisial nama A.
“Mereka mengatakan kepada saya, 'Lu jangan macam-macam sama kita. Lu mau nyaman sekolah di sini, lu mau bisa kita tidak bully di sini, lu harus bisa ngelayanin kita semua. Lu tahu enggak bapak kita siapa? Dia bapaknya ketua partai, bapak dia DPR, bapak dia MK’,” ujar RE saat rapat di Gedung DPR, Selasa (17/9/2024).
“Lalu sahabat dari ketua geng ini mengakui, 'Lu jangan macem-macem. Bapak gue ketua partai sekarang’. Bapak yang berinisial A. Anak yang berinisial M mengaku dan mengatakan itu kepada saya,” sambungnya.
Lebih lanjut, RE mengatakan bahwa anak dari ketua umum partai itu melakukan bullying secara verbal kepadanya.
“Dia tidak memukul saya, tapi dia secara intens membully saya secara verbal,” kata RE.
“Bapak yang berinisial A dan anak yang berinisial M dia tidak pernah memukul saya. Tapi dia selalu bersekongkol dengan gengnya, selalu membully saya secara verbal, selalu menghancurkan mental saya,” lanjut dia.
Sebelumnya, kuasa hukum RE mengungkap bahwa dugaan bullying ini terjadi sejak hari pertama RE bersekolah di Binus School Simprug.
Kuasa hukum mengatakan puncak bullying terjadi pada 30 dan 31 Januari 2024.
“Pada 30 dan 31, menurut korban RE, dia mengalami dugaan kekerasan fisik, yaitu juga ada dugaan pengeroyokan, dugaan pelecehan seksual dan bullying secara verbal,” beber kuasa hukum dalam kesempatan yang sama.
Orang tua korban kemudian melaporkan kasus tersebut ke Polres Metro Jakarta Selatan (Jaksel) pada 31 Januari 2024.
Namun, Polres Metro Jaksel baru mengeluarkan sprindik pada 9 September 2024 bahwa ada delapan anak yang berhadapan dengan hukum.
- Guru Mesum Gorontalo Setubuhi Anak Yatim Piatu