- Istimewa
Hadir Sebagai Saksi Ahli, Yusril Ihza Mahendra Mengaku Janggal Penetapan Tersangka Direksi PT KSM oleh Polda Metro Jaya
Jakarta, tvOnenews.com - Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra menilai terdapat sejumlah kejanggalan dalam proses penetapan tersangka Direksi PT KSM yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan penggelapan.
Hal itu disampaikan oleh Yusri saat hadir sebagai saksi ahli dari pihak terlapor di Bareskrim Polri.
Menurutnya penyidik hanya berfokus mencari dua alat bukti yang dipenuhi dari saksi dan bukti surat dari pihak pelapor.
Kata Yusril, semestinya bukti yang dijadikan landasan haruslah memiliki indikasi pidana yang cukup.
Ia mencontohkan apabila penyidik menjadikan bukti surat tagihan dari pelapor, maka yang harus dilakukan ialah membuktikan keabsahan dasar surat tersebut.
"Bukti surat itu katanya dibuat tahun 2012, ada tagihan yang harus dibayar sebesar dua juta dolar yang sampai hari ini tidak pernah dibayar. Harusnya kan diteliti, apakah surat itu betul? Apakah betul surat itu dibuat tahun 2012 atau justru outdated," kata Yusril di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (11/10/2024).
Kedua, Yusril berpandangan seharusnya penyidik juga turut memeriksa pihak yang disebut memberikan surat tersebut kepada pelapor.
Menurutnya penyidik harus menentukan apakah yang bersangkutan memang memiliki kewenangan atau justru surat perjanjian itu menjadi tanggung jawab perorangan.
Ketiga, Yusril juga menilai ada pemaksaan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya dalam menetapkan Direksi PT KSM sebagai tersangka.
Pasalnya dugaan tindak pidana yang dilaporkan oleh Lucas sedari awal terkait dengan penggelapan.
Sementara, kata Yusril, jika didapati kasus tidak dibayarkannya hutang oleh PT KSM maka seharusnya tidak termasuk dalam kategori penggelapan.
"Menggelapkan itu secara tradisional misalnya, anda titipin handphone sama saya, terus handphonenya saya jual. Itu penggelapan namanya," jelasnya.
"Tapi kalau misalnya saya punya utang sama anda, enggak dibayar, apa itu bisa dibilang penggelapan? Itu saja sudah menimbulkan tanda tanya. Karena Pasal yang digunakan cuma satu, Pasal 372 tentang penggelapan," sambungnya.
Di sisi lain, Yusril menjelaskan tagihan yang disebut hutang itu seharusnya juga sudah kadaluarsa jika merujuk Pasal 1970 KUHAP dikarenakan sudah lebih 20 tahun tidak ditagih dan yang berutang tidak membayar.
Sementara itu, ia mengatakan dalam perkara ini juga sudah ada putusan dari pengadilan yang menyatakan bahwa PT KSM telah mengalami pailit.
Selain itu, Yusril menyebut pembayaran seluruh hutang PT KSM juga sudah diselesaikan pada tahun 2021.
"Jadi tagihnya itu terakhir hanya tahun 2021. Jadi masa hutangnya sudah tidak bisa ditagih, sudah kadaluarsa, tapi orangnya dinyatakan tersangka, inikan agak aneh," tuturnya.
Sementara itu, kubu kuasa hukum terlapor, Juniver Girsang meminta Biro Pengawasan dan Penyidikan Bareskrim Polri diminta meninjau ulang penetapan tersangka terhadap Direksi PT KSM yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya dalam kasus dugaan penggelapan.
Juniver Girsang selaku kuasa hukum terlapor mengatakan peninjauan ulang lewat gelar perkara khusus itu diperlukan lantaran penetapan tersangka terhadap kliennya dilakukan dengan tidak objektif.
"Kami minta gelar perkara khusus karena penetapan klien kami itu ada ketentuan yang dilanggar. Jadi kami minta keadilan kepada Bareskrim Polri supaya menilai, meneliti apakah pantas dan tepat penetapan tersangka itu," ujarnya kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jumat (11/10/2024).
Juniver mengatakan dugaan tidak objektifnya proses penyidikan juga semakin menguat lantaran selama tiga kali panggilan gelar perkara khusus penyidik Polda Metro Jaya dan kantor pengacara Lucas selaku pelapor selalu mangkir.
"Kami kecewa tiga kali undangan gelar perkara penyidik Polda Metro Jaya tidak pernah hadir. Menjadi pertanyaan, kenapa mereka tidak berani hadir. Ini artinya Karo Wasidik tidak dihargai," jelasnya.
Oleh karenanya, Juniver mendesak agar Biro Pengawasan dan Penyidikan Bareskrim Polri dapat melakukan audit terhadap proses penyidikan yang dilakukan Polda Metro Jaya.
"Kami menduga kasus ini dari awal sudah dirancang dan dipaksakan dengan tidak ada dasar hukumnya. Makanya marwah Bareskrim Polri menjadi dipertaruhkan dalam kasus ini," pungkasnya. (raa)