Bahlil Lahadalia: Dunia Gempar ke Indonesia saat Hentikan Ekspor Bijih Nikel.
Sumber :
  • Istimewa

Bahlil Lahadalia: Dunia Gempar Akibat Indonesia Hentikan Ekspor Bijih Nikel

Senin, 14 Oktober 2024 - 21:30 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI Bahlil Lahadalia menyebutkan dunia gempar saat Indonesia memutuskan untuk menghentikan ekspor bijih nikel.

Pelarangan ekspor bijih nikel ini dikarenakan pemerintah ingin fokus pada program hilirisasi. 

Imbas dari hal ini banyak terjadi pertentangan dari negara lain.

Kata Bahlil, ketergantungan negara lain terhadap bijih nikel Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan.

"Negara-negara lain sudah candu bahan baku atau material Indonesia," jelas dia, saat sambutan di Rakornas REPNAS 2024, di Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024).

"Karena sejak zaman penjajahan mereka mau kirim dari kita (nikel). Begitu kita stop ekspor bijih nikel, banyak tantangan di mana-mana," sambung dia.

Diketahui, Indonesia telah menghentikan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020. Setelah dihentikan ekspor bijih nikel, Indonesia menerima serangan dari negara asing.

Indonesia pernah menerima layangan gugatan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Indonesia (WTO), Dana Moneter Internasional (IMF).

Bahkan, Indonesia dituding memiliki kaitan kerja paksa oleh Amerika terkait program hilirisasi bijih nikel.

Bahlil mengatakan bahwa nikel Indonesia telah berkontribusi sebesar 45 persen cadangan nikel global. Hal ini sejalan dengan industri hijau yang saat ini ramai diperbincangkan dunia.

"Cadangan nikel dunia di 2023 menurut data geologi Amerika, kita (Indonesia) 20 persen nikel dunia. Tapi 4 bulan lalu data geologi Amerika mengatakan cadangan nikel kita 40-45 persen dunia," tutup dia.

Sementara itu, data yang dipaparkan oleh Kementerian ESDM, cadangan nikel Indonesia memiliki porsi 42,1 persen dari seluruh cadangan di dunia.

Kemudian disusul milik Australia sebanyak 18,4 persen, Brazil 12,2 persen, Rusia 6,4 persen, Kaledonia Baru 5,4 persen, Filipina 3,7 persen, China 3,2 persen, dan sisanya negara lain. (agr/raa)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
15:56
05:39
02:50
13:00
05:37
01:05
Viral