- Istimewa
Akademi Unpad: Putusan Perkara Mardani H Maming Tidak Tepat
Jakarta, tvOnenews.com - Akademisi Universitas Padjadjaran bersama beberapa kampus lain melakukan diskusi anotasi atas perkara kasus Mardani H Maming di Kampus Unpad, Bandung, Jumat (18/10/2024).
Kasus Mardani H Maming telah inkrah di Mahkamah Agung di mana Maming harus menerima hukuman 12 tahun atas kasus korupsi suap izin pertambangan.
Perwakilan tim Anotasi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Dr Somawijaya menyebut pihaknya mendapatkan permintaan untuk meninjau hasil persidangan yang sudah mencapai Mahkaham Agung (MA).
"Dengan ini maka perbuatan terdakwa Mardani H. Maming menerima hadiah berupa uang dan barang hanya didasarkan pada asumsi atau bukti petunjuk yang tidak memiliki kekuatan pembuktian dan tidak didasarkan minimal dua alat bukti dalam fakta di persidangan," kata Somawijaya.
Dari tinjauan yang dilakukan, penerapan Pasal 12 huruf b UU PTPK terhadap perbuatan terdakwa Mardani H Maming dalam membuat dan menerbitkan surat keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Batubara PT Bangun Karya Pratama Lestari kepada PT Prolindo Cipta Nusantara, tidak tepat dan merupakan kesalahan yang serius.
Di sisi lain, perbuatan membuat dan menerbitkan Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Batubara PT Bangun Karya Pratama Lestari kepada PT Prolindo Cipta Nusantara tidak melanggar SOP Penerbitan Keputusan Bupati dan tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 93 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf b dan huruf c UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, pemerintah daerah dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara juga berwenang untuk memberikan IUP.
Dia menjelaskan, dalam fakta di persidangan pun tidak ada hubungan kausal antara perbuatan menerima hadiah dengan perbuatan membuat dan menerbitkan surat keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Batubara PT Bangun Karya Pratama Lestari kepada PT Prolindo Cipta Nusantara, yang didakwakan kepada Mardani.
Dengan demikian, penetapan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp110.604.731.752,00 bertentangan dengan maksud ketentuan Pasal 18 UU PTPK yaitu sebagai pengganti kerugian negara, sedangkan tindak pidana dalam ketentuan Pasal 12 huruf b UU PTPK tidak berkaitan dengan kerugian negara.
Akademisi Fakultas Hukum Unpad lainnya, Elis Rusmiati menuturkan anotasi dari FH Unpad tidak ada kaitannya dengan kampus lain meski guru besar hukum di berbagai kampus turut melakukan anotasi putusan bersama.
Menurutnya, setiap akademisi baik itu yang berada dalam satu kampus maupun berbeda kampus akan memiliki perspektif berbeda dalam anotasi putusan perkara.
"Kami mengkaji ini dari hukum materil dan formali. Jadi sama sekali tidak ada hubungan berkoordinasi dengan kajian kampus lainnya, tidak ada sama sekali," kata dia.
Untuk diketahui, pengadilan tingkat pertama menyatakan Mardani H Maming bersalah dalam kasus suap izin pertambangan. Mardani divonis 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta.
Mardani juga divonis membayar pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 110,6 miliar dengan ketentuan, jika tidak membayar maka harta bendanya akan disita dan dilelang, atau diganti dengan 2 tahun kurungan.
Tak puas dengan putusan Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Mardani Maming mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin.
Majelis hakim Pengadilan Tinggi justru menambah hukuman penjara Mardani menjadi 12 tahun. Mardani pun tidak terima dengan tambahan vonis menjadi 12 tahun itu.
Dia mengajukan kasasi, dan ditolak. Saat ini pun dia mengajukan PK atas vonisnya.