- Istimewa
Kewenangan Relatif Pengadilan Negeri Dalam Menangani Perkara PT SKB Harus Berdasarkan Pasal 84 KUHAP
Jakarta, tvOnenews.com - Beberapa waktu terakhir, penanganan kasus persidangan di Indonesia sempat menjadi sorotan publik, Salah satunya soal pelimpahan berkas persidangan ke pengadilan yang tidak sesuai dengan Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Pasal 84 KUHAP ayat 2 memang memberi kelonggaran mengenai kewenangan suatu peradilan yang bukan berdasarkan locus delicti, bisa saja berwenang memeriksa perkara jika saksi-saksi, terdakwa, atau alat bukti berada di wilayahnya.
Namun, menurut sejumlah pihak pengadilan tidak otomatis berwenang hanya karena terdakwa atau saksi-saksi berada di wilayahnya, jadi pasal ini tidak dapat berdiri sendiri untuk memberikan kewenangan kepada pengadilan.
Maka dari itu, apa yang menjadi landasan hukum dalam menentukan suatu perkara pidana, dan bagaimana jika dalam pelimpahan suatu perkara pidana oleh Kejaksaan bertentangan Pasal 84 KUHAP?
Sebagai salah satu lembaga lembaga tertinggi yang membawahi seluruh pengadilan di Indonesia Mahkamah Agung (MA) mempunyai fungsi untuk mengawasi sistem peradilan yang terjadi di setiap pelosok negeri.
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Sobandi SH, MH, melalui Juru Bicara Humas Mahkamah Agung Sdr. Yanto mengatakan, bahwa setiap pengadilan mempunyai kewenangan relatif untuk mengadili segala perkara tindak pidana yang dilakukan didalam daerah hukum suatu pengadilan negeri.
"Pengadilan punya kewenangan relatif untuk mengadili segala perkara tindak pidana, yang dilakukan di dalam daerah hukum suatu pengadilan negeri, ini menggunakan prinsip tempat terjadinya tindak pidana," jelaas Yanto Senin (28/10).
Kewenangan pengadilan negeri juga diatur dalam Pasal 84 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang menyebutkan bahwa Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, ditempat ia diketemukan atau ditahan, hanya berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut, Wewenang ini berlaku apabila sebagian besar para saksi yang akan dipanggil pada saat proses pemeriksaan lebih dekat dengan pengadilan negeri yang dimaksud daripada dengan daerah hukum pengadilan negeri yang menjadi tempat kejadian perkara,
Meski begitu masih banyak Pengadilan Negeri yang bertindak dan mengambil langkah di luar sistem aturan yang ang sudah ditentukan.
Sebagai contoh, kasus antara PT Sentosa Kurnia Bahagia (SKB) dan PT Gorby Putra Utama (GPU) terkait kepemilikan lahan di Desa Sako Suban, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan yang saat ini sedang menjadi isu besar.
Sebab, dalam kasus ini tempat kejadian perkara (TKP) yang disebut dalam berkas perkara hanya mencakup Sekayu dan Palembang sebagai 'locus delicti'. Atas dasar itu pelimpahan yang dilakukan pengadilan ke PN Lubuk Linggau dianggap tidak tepat berdasarkan Pasal 84 ayat 1 KUHAP.
Selain itu, merujuk pada Pasal 84 ayat 2 KUHAP, domisili mayoritas saksi juga berada di Sekayu dan Palembang mengapa Pelimpahan Berkas Perkaranya ke PN Lubuk Linggau.
Melihat kasus tersebut, bahwa suatu perkara bisa dilimpahkan melalui proses pengajuan permohonan pengalihan proses persidangan pada Mahkamah Agung dan disetujui oleh Mahkamah Agung serta ditunjuk pengadilan negeri yang akan menggelar suatu perkara persidangan,
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan proses persidangan dapat diambil alih oleh Pengadilan Negeri lain didasarkan pada Pasal 85 KUHAP dan persetujuan oleh Mahkamah Agung serta Pengadilan Negeri yang mengambil alih persidangan adalah Pengadilan Negeri yang ditunjuk langsung oleh Mahkamah Agung.
Namun kompetensi relatif pengadilan negeri dapat ditentukan berdasarkan penetapan atau penunjukan oleh usul Mahkamah Agung dapat terjadi apabila adanya keadaan yang dimana daerah hukum pengadilan negeri sedang terjadi suatu keadaan yang tidak mengizinkan atau tidak memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan perkara.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 85 KUHAP yang menyatakan bahwa dalam hal keadaan daerah tidak mengizinkan suatu pengadilan negeri untuk mengadili suatu perkara, maka atas usul ketua pengadilan negeri atau kepala kejaksaan negeri yang bersangkutan, Mahkamah Agung mengusulkan kepada Kejaksaaan Negeri untuk menetapkan atau menunjuk pengadilan negeri lain daripada yang tersebut pada Pasal 84 untuk mengadili perkara yang dimaksud.
Dengan begitu, perkara PT SKB yang diambil alih oleh PN Lubuk Linggau tidak tepat secara aturan hukum yang berlaku. Sebab, harus didasari oleh pasal 85 KUHAP dan persetujuan dari MA.
Meski begitu, dalam kabar yang beredar hakim PN Lubuk Linggau Guntur Kurniawan menyatakan, PN Lubuk Linggau akan tetap memproses setiap berkas perkara yang masuk. (ebs)