- antara
Airlangga Hartarto: Tanggung Jawab Utang Sritex di Pundak Pemilik
Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa peran pemerintah dalam upaya menyelamatkan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) hanya sebagai fasilitator.
Artinya, dukungan yang diberikan tidak bersifat finansial atau dikenal sebagai bailout.
Airlangga menambahkan, pemerintah akan mematuhi putusan pengadilan dalam mendukung Sritex.
Terkait utang yang membelit perusahaan tekstil ini kepada puluhan bank, pihak Sritex yang akan bertanggung jawab.
“Utang kepada bank adalah tanggung jawab pemilik Sritex. Saat ini, kami hanya berperan sebagai fasilitator,” ungkap Airlangga kepada wartawan di Jakarta Pusat pada Jumat (1/11/2024).
Ke depannya, pemerintah berfokus pada upaya agar Sritex dapat melanjutkan produksi dan kegiatan ekspor-impor.
Sejauh ini, pihak Bea Cukai, kurator, dan pemilik Sritex telah melakukan pertemuan.
Dari hasil pertemuan tersebut, Airlangga menyampaikan bahwa ada kesepakatan teknis terkait jaminan operasional dan izin ekspor-impor.
Selain itu, keuntungan dari ekspor harus cukup untuk menutupi biaya operasional.
“Operasionalisasi harus dikelola oleh pemilik lama yang lebih berpengalaman. Harus ada jaminan bahwa seluruh aktivitas impor dan ekspor sesuai dengan bidang usaha,” jelas Airlangga.
“Jadi, ada koridor-koridor yang perlu disepakati, dan penghasilan dari ekspor juga harus kembali untuk mendanai operasional usaha,” tambahnya.
- Utang Sritex yang Menggunung
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa total utang Sritex per September 2024 mencapai Rp 14,64 triliun, dengan rincian utang kepada 27 bank dan 3 perusahaan multifinance.
“Total outstanding mencapai Rp 14,64 triliun, terdiri dari Rp 14,42 triliun untuk bank dan Rp 0,22 triliun untuk perusahaan pembiayaan,” kata Dian dalam konferensi pers RDKB secara virtual pada Jumat (1/11/2024).
Dian menambahkan bahwa cadangan agregat yang telah dibentuk di bank dan perusahaan pembiayaan masing-masing sebesar 83,34% dan 63,95%, yang dianggap cukup untuk mengatasi potensi kerugian.
Mengenai status pailit Sritex, Dian menjelaskan bahwa pihak perbankan telah mempertimbangkan berbagai aspek terkait keamanan kredit, termasuk kemampuan Sritex dalam melunasi utangnya.
Perbankan juga telah memperhatikan perkembangan dunia bisnis dan masalah yang mungkin muncul.
“Namun, bank memiliki mekanisme yang sudah mapan untuk menghadapi situasi-situasi semacam ini, mengingat kemacetan bisnis seringkali terjadi, sehingga ketentuan kehati-hatian dalam perbankan telah mencakup hal ini,” tambahnya.
Dian juga menginformasikan bahwa Sritex saat ini sedang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, setelah diputuskan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang berdasarkan gugatan PT Indo Bharat (IBR).
“Saat ini, kita semua menyadari bahwa debitur masih melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung,” tutupnya. (aag)