Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Rosan Perkasa Roeslani.
Sumber :
  • Taufik/tvOnenews.com

Soal Hilirisasi Rumput Laut Jadi Bioavtur, Roslan Roeslani: Kita Koordinasi dengan Menteri KKP

Minggu, 3 November 2024 - 17:05 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Rosan Perkasa Roeslani angkat bicara soal perkembangan mengenai rencana hilirisasi rumput laut menjadi bioavtur.

Menurutnya saat ini Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tengah berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI.

“Ya kita kan juga koordinasi dengan kementerian KKP, pak Wahyu Sakti Trenggono untuk hal itu,” kata Rosan Roeslani, di Ballroom Hotel Four Seasons, Jakarta Selatan, pada Minggu (3/11/2024).

Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Rosan Perkasa Roeslani
Sumber :
  • Taufik/tvOnenews.com

 

Kemudian Rosan mengungkapkan sudah ada gambaran awal terkait hilirisasi ini. Termasuk mengenai prioritas dan potensinya. 

Terlebih rumput laut ini memang tersebarnya hampir di seluruh Indonesia terutama di kawasan Bali, NTT, dan juga Timur.

“Kita kan sudah ada gambaran awalnya jadi kita sudah sampaikan dan kita juga memastikan potensi-potensinya, prioritasnya seperti apa,” ucap Rosan.

Namun Rosan mengatakan saat ini komoditas rumput laut belum memiliki bentuk usaha secara korporasi. 

Sehingga Rosan Roeslani menyebutkan ini merupakan suatu tugas yang perlu diselesaikan secepatnya untuk menghasilkan nilai tambah.

“Tapi istilah kita belum dikorporasikan Karena masih sangat tersebar bagaimana kita bisa mengkorporasikan itu. Sehingga nilai tambahnya ini bisa kita jalankan secara lebih cepat,” tegasnya.

Kemudian Rosan mengebutkan saat ini untuk riset awal pemanfaatan rumput laut menjadi bioavtur dan beberapa produk lain oleh salah satu asosiasi terkait telah dikantonginya serta akan membicarakannya lebih lanjut dengan KKP.

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengatakan diversifikasi produk melalui hilirisasi industri rumput laut bisa membantu mewujudkan potensi pasar yang cukup besar di sektor tersebut. 

Tak main-main, Kemenperin memperkirakan pada 2030 hasil hilirisasi rumput laut bisa mencapai 11,8 miliar dolar AS atau Rp193,7 triliun (kurs Rp16.416).   

Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika saat agenda temu bisnis industri pengolahan rumput laut di Jakarta baru-baru ini, mengatakan potensi itu bisa diwujudkan melalui optimalisasi nilai tambah ekonomi produk turunan dari rumput laut. 

Produk turunan tersebut misalnya seperti biostimulan, bioplastik, pakan hewan, nutraseutikal, protein alternatif, farmasi, dan tekstil.

"Pengembangan dan inovasi produk diharapkan dapat mendorong hilirisasi rumput laut menjadi produk potensial tersebut," kata Putu Juli Andika dikutip dari Antara, Rabu (26/5/2024).

Putu Juli menyampaikan, untuk mewujudkan pemenuhan potensi pasar itu, pihaknya senantiasa bersinergi dengan berbagai kementerian/lembaga melalui afirmasi program.

Selain itu tentunya juga kebijakan yang sesuai arahan Presiden dalam rangka percepatan hilirisasi industri rumput laut nasional.

Pihaknya juga akan mendorong kerja sama antara industri pengolahan rumput laut dengan industri pengguna, menerapkan program sertifikasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN), serta menyiapkan program restrukturisasi mesin atau peralatan bagi sektor tersebut. 

Ia mengatakan dalam 10 tahun terakhir, Indonesia masih mendominasi ekspor rumput laut kering untuk konsumsi maupun bahan baku industri. 

Namun penjualan ekspor produk tersebut belum mengalami pertumbuhan yang signifikan, dengan catatan 66,61 persen produk ekspor rumput laut Indonesia didominasi oleh rumput laut kering.

Sementara rumput laut olahan, seperti karagenan dan agar-agar masih sebesar 33,39 persen. Padahal potensi pasar produk olahan rumput laut cukup besar secara global.

Pada tahun 2023, Indonesia memproduksi 10,7 juta ton rumput laut basah. Selama iniolahan rumput laut sebagian besar digunakan untuk produk makanan dan minuman sebesar 77 persen, sedangkan untuk farmasi, kosmetik, dan lainnya hanya sebesar 23 persen. Industri ini perlu lebih adaptif terhadap perubahan dan perkembangan pasar," katanya. (ars/muu)

 

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:58
01:28
01:07
00:53
03:16
43:11
Viral