- Istimewa
Tanggapi WHO Pandemic Agreement, Indonesia Rangkul Negara-negara Tetangga untuk Berjuang Bersama
Jakarta, tvOnenews.com - AIDS Healthcare Foundation (AHF) Indonesia merangkul negara-negara Asia dalam memperjuangkan keadilan dan kesetaraan dalam negosiasi-negosiasi WHO Pandemic Agreement.
Hal ini juga sebagai bagian dari kampanye global Save Our Society (SOS).
Country Program Manager AHF Indonesia, Asep Eka Nurhidayat, mengaku optimis akan menguntungkan wilayah di Asia serta negara-negara berpenghasilan rendah di seluruh dunia.
"Kemajuan ekonomi dan teknologi Asia memposisikan kawasan ini secara unik untuk memperjuangkan kerangka kerja yang adil untuk meningkatkan ketahanan kesehatan di seluruh negara- negara Asia dan negara-negara Global South," ujar Asep dalam keterangannya, Kamis (7/11/2024).
Terlebih lagi negara-negara Asia punya pengalaman langsung terkait dampak pandemi Covid-19 dan tantangan-tantangan dalam mengamankan vaksin serta komoditas penyelamat kehidupan lainnya.
Oleh karenya, kawasan ini harus berusaha membentuk kerangka kerja yang mendesentralisasi pendekatan terhadap kesiapsiagaan dan respon pandemi serta melindungi semua negara.
“Pandemi Covid-19 memperlihatkan kesenjangan kritis dalam akses layanan kesehatan, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana akses terhadap vaksin dan pasokan penyelamat kehidupan tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara kaya atau maju. Sehingga, Asia dapat memimpin upaya menuju kerangka kesehatan global yang lebih adil dan lebih siap,” tegas Asep.
Berikut para advokat SOS mendesak agar pandemic agreement yang baru mencakup:
1. Kapasitas Produksi Regional (Regional Production Capacity): Mekanisme konkret untuk memfasilitasi produksi vaksin lokal, diagnostik, dan therapeutics di negara-negara south global.
Hal ini memerlukan peta jalan yang mengikat transfer pengetahuan, teknologi, dan pembiayaan berkelanjutan jangka panjang, sebagaimana diuraikan dalam Pasal 9, 10, dan 11 dari rancangan pandemic agreement ini.
2. Transfer Teknologi (Technology Transfer): Ketentuan yang dapat dipaksakan untuk memastikan bahwa transfer teknologi tidak dibatasi pada syarat sukarela dan yang disepakati bersama, tetapi memberikan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMIC) fleksibilitas yang sama seperti negara kaya seperti Amerika Serikat, yang dapat menggunakan cara non-sukarela dan langkah-langkah tambahan untuk mengatasi keadaan darurat kesehatan masyarakat dan krisis lainnya.
3. Pembiayaan Berkelanjutan (Sustainable Financing): Perjanjian tersebut harus menjamin komitmen finansial jangka panjang yang mengikat negara-negara berpenghasilan tinggi untuk mendukung kesiapsiagaan dan respon pandemi bagi negara-negara LMIC.
Kontribusi sukarela (voluntary contribution)saja tidak akan cukup, sebagaimana diuraikan dalam Pasal 20.
4. Partisipasi Masyarakat Sipil (Civil Society Participation): Efektivitas Tata kelola kesehatan global kini mengakui peran penting masyarakat sipil dan non-state actors lainnya dalam proses pengambilan keputusan.
Mengadopsi model tata kelola yang memasukan partisipasi penting dan dapat meningkatkan legitimasi, memperkuat akuntabilitas, dan mengubah arsitektur keamanan kesehatan global menjadi sistem yang lebih adil dan efektif untuk mencegah, mempersiapkan, dan merespon ancaman kesehatan global dengan lebih baik. (lkf)