- tvOnenews.com/Abdul Gani Siregar
Warga Apartemen Graha Cempaka Mas Adukan Kisruh Kerugian Rp40 Miliar ke Pj Gubernur Teguh
Jakarta, tvOnenews.com - Sejumlah warga Apartemen Graha Cempaka Mas, Jakarta Pusat, mendatangi posko pengaduan masyarakat di Balai Kota DKI Jakarta pada Senin (18/11/2024).
Mereka mengadukan konflik berkepanjangan terkait pengelolaan apartemen yang sudah berlangsung sejak tahun 2013. Imbas dari konflik tersebut diketahui mengalami kerugian mencapai Rp40 miliar.
Pengawas Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) Graha Cempaka Mas Dwi Lies menjelaskan bahwa konflik bermula dari gugatan kelompok warga yang mempertanyakan keabsahan PPRS.
Gugatan ini dipicu perubahan nomenklatur PPRS menjadi Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) berdasarkan Undang-Undang Rumah Susun 2011.
Pada masa Gubernur Anies Baswedan, Pemprov DKI Jakarta mencabut Surat Keputusan (SK) penetapan PPRS Graha Cempaka Mas. Namun, kelompok Lies menggugat keputusan tersebut hingga tingkat kasasi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Hasilnya, PTUN menetapkan PPRS pimpinan Hery Wijaya sebagai pengurus sah, sementara PPRS tandingan yang dipimpin Tonny Soenanto dinyatakan tidak sah.
Dalam aduannya, Lies meminta Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi, mencabut keputusan gubernur sebelumnya yang mencabut akta pendirian PPRS Graha Cempaka Mas.
“Kami sudah menerima putusan kasasi dari pengadilan tata usaha negara yang inkrah. Kami meminta Pj Gubernur mencabut SK yang dikeluarkan Anies Baswedan,” ujar Lies.
Selain itu, Lies juga mendesak agar Teguh menginstruksikan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) DKI Jakarta untuk memfasilitasi pembentukan Panitia Musyawarah (Panmus) guna memilih Ketua P3SRS baru.
“Kami berharap Pak Pj Gubernur memerintahkan Dinas Perumahan untuk memfasilitasi pembentukan panmus. Dengan begitu, pengelolaan Graha Cempaka Mas bisa berjalan lebih baik,” jelasnya.
Lies mengungkapkan, selama konflik berlangsung, PPRS yang sah mengalami kerugian materi hingga Rp40 miliar. Hal ini terjadi karena PPRS tandingan menarik Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) dengan tarif lebih rendah dari ratusan warga.
Meski warga membayar ke PPRS tandingan, dana tersebut tidak digunakan untuk membayar kebutuhan vital seperti listrik dan air. Akibatnya, PPRS sah terpaksa menalangi pembayaran. (agr/raa)