- Kolase Tim tvOnenews
Analisis dan Spekulasi Reza Indragiri Soal Kasus AKP Ulil Ryanto Korban Polisi Tembak Polisi: Kelak Polri akan Umumkan Bahwa yang Terjadi Cuma...
Jakarta, tvOnenews.com - Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel menyoroti kasus AKP Ulil Ryanto korban tewas polisi tembak polisi di Mapolres Solok Selatan, Sumatera Barat.
Turut diketahui bahwa Kasat Reskrim Polres Solok Selatan, AKP Ulil tewas ditembak AKP Dadang Iskandang di Mapolres Solok Selatan pada Jumat (22/11) dini hari. AKP Dadang merupakang Kabag Ops Polres Solok Selatan.
Peristiwa nahas itu terjadi di area parkiran Mapolres Solok Selatan. AKP Ulil diduga ditembak dari jarak dekat.
AKP Ulil tewas dengan sejumlah luka tembak di kepalanya. Sementara, AKP Dadang kini sudah diamankan pihak kepolisian.
Dalam kasus itu, polisi turut mengamankan sejumlah barang bukti, seperti satu unit mobil Toyota Rush warna hitam hingga sembilan selongsong peluru dari senjata api pendek.
Adapun motif penembakan diduga karena terkait kasus tambang ilegal yang ditangani AKP Ulil.
Reza Indragiri berpendapat bahwa kasus polisi tembak polisi itu terindikasi diwarnai 'thinking system 1'.
"Bahwa peluru yang ditembakkan sampai sembilan butir, mengindikasikan penembakan itu diwarnai oleh thinking system 1," kata Reza dalam keterangannya, dikutip Sabtu (23/11).
"Sistem berpikir ini bisa disetarakan sebagai perilaku impulsif, tanpa persiapan atau pertimbangan yang memadai. Boleh jadi didahului oleh ledakan perasaan negatif. Perasaan itu menjadi perilaku kekerasan yang muncul seketika sebagai reaksi atas interaksi yang memanas di TKP," sambung Reza.
AKP Dadang Iskandar (jaket hitam), polisi yang menembak sesama polisi, AKP Ulil Ryanto di Polres Solok Selatan.
Soal motif AKP Dadang menembak AKP Ulil, lanjut Reza, hal itu tidak hanya berat bagi AKP Dadang, tetapi juga akan memberatkan Polda Sumbar hingga Mabes Polri.
Menurut Reza, kasus itu akan memunculkan kesan bahwa aktivitas membekingi pelaku kejahatan sudah kerap dilakukan polisi.
"Kesan yang muncul adalah 'manfaat' aktivitas beking itu sudah mengalir ke polisi-polisi lain. Itu mengindikasikan selama ini fungsi pengawasan tidak dijalankan, ditambah 'kode tirai' yaitu subkultur menutup-nutupi pelanggaran yang dilakukan oleh sesama sejawat," ujar Reza.
Dengan demikian, kata Reza, sebutan oknum tidak pas lagi dipakai dalam kasus semacam itu.
"(Sebutan oknum) Itu penerapan Bad Apple Theory yang justru menurunkan bobot keseriusan kasus penembakan tersebut. Jangan-jangan yang tepat adalah Rotten Barrel Theory. Bahwa, penembakan merupakan puncak dari kejahatan sistemik yang justru telah menyebar luas di dalam organisasi penegakan hukum itu sendiri. Jadi, sekarang mari gabungkan sisi mikro (thinking system 1) dan sisi makro (Rotten Barrel Theory)," ujar Reza.
Reza kemudian berspekulasi bahwa Polri nantinya akan mengumumkan bahwa masalah AKP Dadang dan AKP Ulil hanya konflik pribadi serta tak ada hubungannya dengan tambang ilegal.
Reza memprediksi narasi-narasi semacam itu akan dibangun agar kasus tersebut tidak merambat kemana-mana.
"Tersedia alasan untuk berspekulasi, yakni kelak Polri akan mengumumkan bahwa yang terjadi antara AKP DI dan AKP RUA adalah cuma konflik pribadi yang tidak ada hubungannya dengan tambang ilegal," ujar Reza.
"'Sebatas' cekcok atau perselisihan koordinatif antardua personel yang sama-sama punya ego di jabatannya masing-masing, tanpa pertentangan terkait pengungkapan pidana tambang. Penembakan bukan bentuk obstruction of justice terhadap kerja AKP RUA," sambung Reza. (dpi)