- antara
Wakil Ketua PN Surabaya DIperiksa KPK Terkait Dugaan Suap Hakim Itong
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Kelas IA Khusus, Dju Johnson Mira Mangngi, sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap pengurusan perkara yang menjerat Hakim non-aktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Itong Isnaini Hidayat.
"Hari ini, pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi suap pengurusan perkara di PN Surabaya, Jawa Timur, untuk tersangka IIH, Hakim PN Surabaya nonaktif," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (11/2/2022).
Pemeriksaan tersebut dilakukan di Ruang Pemeriksaan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur. Selain Dju Johnson, KPK juga memanggil empat saksi lain, yakni Michael Christ Harianto selaku advokat, Yeremias Jeri Susilo selaku advokat, Hervien Dyah Oktiyana selaku akuntan di PT Teduh Karya Utama, serta Lilia Mustika Dewi selaku pengacara di Kantor Advokat RM Hendro Kasiono.
KPK telah menetapkan Itong dan Panitera Pengganti non-aktif PN Surabaya Hamdan (HD) sebagai tersangka penerima suap. Sementara itu, tersangka pemberi suap adalah pengacara dan kuasa dari PT Soyu Giri Primedika (SGP), yakni Hendro Kasiono (HK).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Itong, selaku hakim tunggal PN Surabaya, menyidangkan salah satu perkara permohonan terkait pembubaran PT SGP. Kemudian, yang menjadi pengacara dan mewakili PT SGP adalah Hendro. Diduga ada kesepakatan antara Hendro dan pihak perwakilan PT SGP dalam penanganan perkara tersebut, dengan menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada hakim.
KPK menduga uang yang disiapkan untuk mengurus perkara tersebut berjumlah sekitar Rp1,3 miliar, dimulai dari tingkat putusan PN sampai tingkat putusan Mahkamah Agung (MA). Sebagai langkah awal realisasi dari uang Rp1,3 miliar tersebut, Hendro menemui Hamdan dan meminta agar hakim yang menangani perkaranya bisa memberikan keputusan pengadilan sesuai dengan keinginan Hendro.
Untuk memastikan persidangan tersebut berjalan sesuai harapan, Hendro diduga berulang kali menjalin komunikasi dengan Hamdan dengan memakai istilah "upeti" demi menyamarkan maksud dari pemberian uang.