Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata niaga timah dengan tersangka Thamron Cs di Pengadilan Tipikor Jakarta..
Sumber :
  • Istimewa

Sidang Korupsi Tata Niaga Timah, Ahli Sebut Ada Kesalahan Perhitungan Kerugian Lingkungan

Sabtu, 30 November 2024 - 15:09 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Ahli Ekologi dan Teknik Perhitungan Kerugian Lingkungan Hidup, Dr. Dadan Sudana Wijaya,S.E.,M.I.L dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata niaga timah dengan tersangka Thamron Cs di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dadan mengungkapkan ada beberapa kesalahan mendasar dalam perhitungan kerugian lingkungan berdasarkan Permen LH No 7 Tahun 2014 yang digunakan dalam kasus korupsi senilai Rp300 Triliun.

“Saya sudah baca perhitungan kerugian lingkungan di dakwaan yang berdasarkan Permen 7 dan saya rasa ada beberapa kekeliruan yang dilakukan dalam penghitungan kerugian tersebut. Sebagai contoh terkait masalah air, dalam penghitungan tersebut menggunakan luasan sementara berdasarkan permen 7 seharusnya berdasarkan kubikasi,” ujar dia dalam keterangannya, Sabtu (30/11/2024).

Dadan menilai terkait tata air untuk menentukan tarif ganti ruginya pun penghitung kerugian negara menggunakan baku mutu yang sama persis dengan Permen No 7 tersebut yakni PHnya 7-9 padahal sebenarnya nilai baku mutu di masing-masing daerah berbeda.

“Misalkan soal PH, yang dipakai menghitung PH airnya 7-9 sementara baku mutu air di Bangka hanya 4. Harusnya digali dahulu data-data nilai parameter yang ada di Bangka tidak bisa dimasukkan begitu saja,” ungkapnya.

Dadan juga merasa tidak yakin ada kerusakan lingkungan dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah tersebut.

Sebab, penambangan timah tidak menggunakan zat kimia apa pun dan kalau ada limbah hanya berupa air cucian material dan limpasan air hujan.

“Apalagi KLHK menyebutkan bahwa proper pertambangan PT Timah masuk proper biru, artinya sudah sangat baik. Sementara pada smelternya masuk kategori emas, yang artinya negara dalam hal ini KLHK mengakui bahwa pengolahan timahnya tak bermasalah. Kalau biru saja sudah tidak ada pelanggaran lingkungan apalagi dengan proper emas,” paparnya.

Sementara, Ahli Kerusakan dan Remediasi Tanah/Lahan, Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc. Agr  menambahkan dalam menghitung kerugian lingkungan itu perlu seorang ahli yang bukan hanya sekadar memasukkan rumus-rumus untuk menghitung sebab kalo seperti itu anak SMA juga bisa menghitung.

“Setiap ekosistem memiliki sifat yang berbeda-beda sehingga tak bisa disamaratakan. Misalnya di satu tempat ada harimau, parameter yang sama tidak bisa diberlakukan di daerah lain yang tidak punya para meter itu. Selain itu  tanah juga punya klasifikasi sendiri, ad akelas-kelasnya tergantung kondisi,” tegas Gunawan.

Misalnya dalam menghitung kerusakan tanah dengan luas 70 ribu hektare apakah cukup mengambil beberapa sampel saja, itu tidak mungkin, sehingga pasti jenis tanahnya berbeda-beda dan butuh ketelitian.

“Jika hanya mengambil beberapa sampel saja artinya hanya eksplorasi dan jika itu dilakukan pasti banyak kesalahan," imbuh dia. 

Selain itu, Ahli Manajemen Hutan Prof. Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS, MPPA menegaskan dengan adanya pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh pemerintah pusat dan daerah berarti negara bertanggung jawab penuh atas dampak kerusakan lingkungan yang terjadi.

"Penerbitan IUP oleh negara sudah melalui analisis untung rugi. Kerusakan akibat tambang adalah tanggung jawab negara, sementara badan usaha hanya bertanggung jawab pada reklamasi," jelas dia.

Dia juga menyoroti kerusakan lingkungan akibat pertambangan dan menegaskan bahwa semua pihak harus berhati-hati dalam menghitung dampak kerugian lingkungan yang ditimbulkan.

Ia juga menuturkan, menghitung kerugian lingkungan sebaiknya menggunakan pendekatan ekonomi, karena istilah 'kerugian' memiliki konsekuensi hukum di Indonesia.  

"Menghitung nilai jasa-jasa ini tidaklah mudah. Ketika ekosistem hutan diubah menjadi tambang, hilangnya tanah, kerusakan ekosistem akibat aktivitas tambang juga harus diperhitungkan dengan cermat," pungkasnya.(lkf)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
03:11
01:14
01:09
11:06
02:21
21:38
Viral