- IST
Isu Mengembalikan Polri di bawah TNI atau Kemendagri Bertentangan dengan TAP MPR
Afan mengingatkan bahwa pemisahan Polri dari TNI merupakan salah satu capaian besar reformasi pasca-Orde Baru. Sebelum reformasi, Polri berada dalam struktur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), yang menggabungkan fungsi pertahanan dan keamanan. Hal ini menyebabkan tumpang tindih kewenangan, penggunaan pendekatan represif, serta lemahnya perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Melalui TAP MPR Nomor VI/MPR/2000 dan TAP MPR Nomor VII/MPR/2000, peran Polri sebagai penjaga keamanan dalam negeri dan penegak hukum dipisahkan secara tegas dari peran TNI sebagai penjaga pertahanan negara. Pemisahan ini bertujuan untuk menciptakan institusi kepolisian yang profesional, transparan, dan bebas dari intervensi politik maupun militer.
Afan menilai bahwa mengembalikan Polri di bawah TNI atau Kemendagri akan merusak sistem penegakan hukum yang telah dibangun selama lebih dari dua dekade terakhir. Polri yang berada di bawah Kemendagri akan rentan terhadap intervensi politik, sementara Polri di bawah TNI akan menghadapi risiko dominasi pendekatan militeristik.
“Penegakan hukum membutuhkan independensi penuh agar berjalan adil dan transparan. Jika Polri kehilangan kemandiriannya, tidak hanya supremasi hukum yang terancam, tetapi juga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan kita,” jelas Afan.
Ia menambahkan bahwa tumpang tindih fungsi dan hilangnya profesionalisme Polri akibat perubahan struktur kelembagaan akan membawa Indonesia kembali ke masa otoriter yang bertentangan dengan semangat reformasi.
Afan juga menyerukan kepada seluruh elemen bangsa untuk menolak wacana ini demi menjaga supremasi hukum dan warisan reformasi.
“Putusan Mahkamah Konstitusi telah menegaskan posisi hukum TAP MPR sebagai landasan yang tidak dapat diubah begitu saja. Mengabaikan aturan ini adalah penghancuran terhadap prinsip ketatanegaraan dan reformasi yang telah kita perjuangkan bersama,” pungkasnya. (ebs)