- istimewa - Istock photo
Kontroversi Pelucutan Senjata Api Polri, Realistis atau Berisiko?
Jakarta, tvOnenews.com - Peristiwa penembakan seorang pelajar berinisial GRO (17) di Semarang, Jawa Tengah, telah menarik perhatian publik dan memunculkan perdebatan mengenai penggunaan senjata api oleh anggota Polri.
Sejumlah pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) menyerukan agar anggota Polri tidak lagi membawa senjata api.
Namun, usulan ini mendapat tanggapan kritis dari berbagai pihak.
- IPW: Pelucutan Senjata Tidak Realistis
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, menyatakan bahwa wacana pelucutan senjata api anggota Polri tidak realistis.
Menurutnya, meningkatnya kompleksitas dan brutalitas kejahatan di Indonesia, seperti curanmor dan perampokan bersenjata, membuat senjata api tetap diperlukan.
Ia mencontohkan kasus di Cengkareng, Jakarta Barat, di mana pelaku curanmor bersenjata menembak kaki anggota Polres Metro Tangerang Kota saat hendak ditangkap.
Selain itu, pelaku kejahatan seperti perampokan nasabah bank dan begal sering kali melukai korban.
"Kondisi masyarakat dan meningkatnya kekerasan kejahatan membuat pelucutan senjata anggota Polri belum memungkinkan," tegas Sugeng.
Ia menilai, senjata api menjadi alat penting untuk menjaga keamanan masyarakat dan menghadapi ancaman serius di lapangan.
- JMI: Polisi Tanpa Senjata Bukan Solusi
Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI), Islah Bahrawi, juga menolak usulan ini.
Ia menilai polisi tidak mungkin hanya mengandalkan pentungan saat menghadapi pelaku bersenjata.
“Bahkan pencuri sepeda motor saja sekarang sudah menggunakan senjata rakitan. Polisi sebagai penegak hukum harus tetap dilengkapi senjata api,” ujar Islah.
Ia menambahkan, polisi di seluruh dunia menggunakan senjata api sebagai alat standar, termasuk dalam menghadapi situasi yang berisiko tinggi.
- JAN: Senjata Api Penting, Pengawasan Ketat Dibutuhkan
Ketua Jaringan Aktivis Nusantara (JAN), Romadhon, turut menekankan bahwa pelucutan senjata api dapat meningkatkan risiko bagi masyarakat dan anggota Polri.
“Kami memahami kekhawatiran soal penyalahgunaan senjata, namun pelucutan senjata bukanlah solusi. Justru, langkah ini bisa memperbesar bahaya di lapangan,” ungkapnya.
Romadhon menyarankan pengawasan lebih ketat terhadap penggunaan senjata api oleh anggota Polri agar sesuai dengan SOP dan tidak disalahgunakan.
Ia menegaskan bahwa tanpa senjata api, anggota Polri dapat menjadi korban dalam situasi berbahaya, yang pada akhirnya juga membahayakan masyarakat.
Meskipun wacana pelucutan senjata api bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan, banyak pihak menilai bahwa langkah ini tidak sejalan dengan kondisi keamanan di Indonesia saat ini.
Sebagai garda terdepan dalam melindungi masyarakat, anggota Polri tetap membutuhkan senjata api untuk menghadapi ancaman kejahatan yang semakin kompleks.
Pengawasan ketat terhadap penggunaannya menjadi solusi yang lebih bijak dibandingkan dengan pelucutan total. (aag)