DPP IMM Serukan KPK Segera Tangkap Harun Masiku, Kasus Suap yang Tak Kunjung Tuntas!.
Sumber :
  • istimewa

Deretan Fakta Jejak Misteri Kasus Harun Masiku yang Jerat Hasto, Buron 4 Tahun Belum Tertangkap Usai Suap Komisioner KPU

Selasa, 24 Desember 2024 - 14:02 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Kasus Harun Masiku kembali mencuat ke publik, setelah KPK menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka baru dalam kasus suap tersebut.

Nama Hasto tercantum sebagai tersangka dalam surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP). 

Berdasarkan dokumen tersebut, surat perintah penyidikan (sprindik) yang menetapkan Hasto sebagai tersangka memiliki nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024, tertanggal 23 Desember 2024.

Dalam surat itu, Hasto diduga sebagai pemberi suap bersama Harun Masiku kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. 

Dugaan suap tersebut terkait proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR.

Sebelumnya, KPK juga sudah menetapkan empat orang, termasuk Harun Masiku sebagai tersangka, dan tiga di antaranya telah dijatuhi hukuman.

Namun, Harun lolos dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

Jejaknya juga sama sekali tak tercium hingga sekarang.

Berikut ini jejak perjalanan kasus Harun Masiku:

Profil Harun Masiku

Harun Masiku lahir di Jakarta, 21 Maret 1971.

Ibunya bernama kandung Elisabeth Liling dan ayahnya Johannes Masiku.

Bapaknya adalah seorang mantan hakim di Makassar.

Kedua orang tuanya sudah meninggal dunia.

Harun Masiku tinggal di Bekasi, Jawa Barat, bersama istrinya Hildawati. 

Hilda lalu mengajukan cerai pada Juli 2020 atau 7 bulan setelah kaburnya Harun Masiku.

Sidang perceraian Harun Masiku membongkar agamanya.

Harun Masiku beragama Kristen Protestan.

Dia menikah dengan Hildawati yang beragama Islam hingga akhirnya bercerai.

Meski lahir di Jakarta, Harun Masiku menyelesaikan pendidikan SD hingga SMA di Watapone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. 

Kemudian Harun Masiku melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar pada tahun 1989 dan lulus tahun 1994.

Harun Masiku sebelum banting setir menjadi caleg adalah seorang pengacara.

Berlatar belakang lulusan hukum. Harun Masiku pernah melanjutkan sekolah ke Inggris tepatnya di University of Warwick United Kingdom, jurusan Hukum Ekonomi Internasional.

Harun Masiku bersekolah di Inggris karena mendapat beasiswa Ratu Inggris.

Harun Masiku juga pernah meraih British Chevening Award di tahun 1998 dan menjabat sebagai Ketua Persatuan Pelajar Indonesia United Kingdom West Midland pada 1998-1999.

Sepulangnya dari Inggris, dia bekerja sebagai pengacara di sejumlah kantor hukum dan pernah juga menjadi staf ahli anggota Komisi III DPR RI tahun 2011.

Jejak perjalanan kasus Harun Masiku

Harun Masiku adalah eks kader PDI-P yang maju sebagai caleg dari daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Di dapil tersebut, Harun hanya memperoleh 5.878 suara dan menempati posisi kelima.

Perolehan suara tersebut jelas tidak dapat mengantarkan Harun melenggang ke Senayan.

Pada saat itu, caleg dari PDIP dari dapil Sumsel I yang dinyatakan terpilih adalah Nazarudin Kiemas, tetapi ia meninggal 17 hari sebelum Pemilu.

PDIP akhirnya menyiapkan pengganti Nazarudin yang wafat sebagai wakil rakyat pengganti.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pengganti Nazarudin adalah caleg PDIP yang memperoleh suara terbanyak kedua dari partai dan dapil yang sama dengan caleg yang meninggal.

Mengacu pada aturan tersebut, pengganti Nazarudin adalah Riezky Aprilia.

Namun, PDIP tidak menginginkan Riezky dan mengajukan nama Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin, walaupun tidak sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017.

PDIP melalui Don selaku kuasa hukum kemudian menggugat Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3/2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara ke Mahkamah Agung (MA).

MA kemudian mengabulkan gugatan tersebut, sehingga pemilihan partai tidak lagi berdasarkan suara kedua terbanyak, namun ditentukan partai.

Penetapan MA itu kemudian menjadi dasar PDIP berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti caleg yang sudah meninggal tersebut.

Uji materi yang diajukan PDIP menang dikabulkan MA.

Namun, KPU tidak menuruti permohonan ini dan berkukuh menetapkan Riezky sebagai pengganti Nazarudin.

Beberapa cara dilakukan PDI-P supaya Harun menjadi anggota DPR, salah satunya dengan mengirimkan fatwa ke MA.

Tak hanya itu, partai berlambang banteng moncong putih tersebut juga mengajukan surat penetapan caleg ke KPU.

Harun sendiri juga berusaha dengan mengirimkan dokumen dan fatwa ke Komisioner KPU waktu itu, Wahyu Setiawan.

Surat tersebut dikirimkan melalui staf Sekretariat DPP PDI-P, Saeful, dan orang kepercayaan Wahyu yang juga mantan anggota Bawaslu 2008-2012, Agustiani Tio Fridelina.

Wahyu menerima dokumen dan fatwa milik Harun dari Agustiani setelah mendapatkan berkas ini dari Saeful.

Kemudian, Wahyu menyanggupi proses penetapan Harun sebagai anggota DPR melalui mekanisme Penggantian Antar-Waktu (PAW).

Sebagai syaratnya, Wahyu meminta uang sebesar Rp 900 juta agar Harun disahkan menjadi pengganti Nazarudin.

Harun serahkan uang kepada Wahyu Permintaan yang disampaikan Wahyu kemudian disanggupi oleh Harun Masiku agar dirinya bisa menduduki kursi anggota dewan.

Awalnya, Harun mengirimkan uang sebesar Rp 850 juta kepada Wahyu melalui Saeful pada akhir Desember 2019. Wahyu juga menerima duit sebesar Rp 200 juta pada pertengahan Desember 2019 dan Rp 400 juta pada akhir Desember 2019.

Uang sebesar Rp 200 juta dan Rp 400 juta diterima Wahyu melalui anggota Bawaslu kala itu, yakni Agustiani Tio Fridelina.

Meski Harun sudah menggelontorkan miliaran rupiah agar dirinya lolos sebagai anggota DPR, KPU tetap ngotot bahwa Riezky yang menjadi pengganti Nazarudin.

Wahyu kemudian menghubungi Don, dan kembali menjanjikan akan berusaha supaya Harun dapat ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin melalui skema PAW.

Pada saat itu, Wahyu meminta sejumlah uang tambahan.

Aksinya tersebut terhenti karena KPK segera mengendus tindakannya.

Wahyu kemudian diciduk KPK melalui OTT yang digelar pada Rabu (8/1/2020) sampai Kamis (9/1/2020) di Jakarta, Depok, dan Banyumas.

Selain menangkap Wahyu, Lembaga Antirasuah juga mengamankan Saeful sekaligus Agustiani yang turut terlibat dalam kasus Harun Masiku.

KPK akhirnya menetapkan Harun sebagai tersangka pada Kamis (9/1/2020), namun ia sama sekali tidak pernah di-OTT.

Pada saat itu, Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham Arvin Gumilang menyatakan Harun sudah terbang ke Singapura, Senin (6/1/2020).  

Kaburnya Harun selang beberapa hari sebelum Wahyu dan tiga orang lainya di-OTT KPK.

KPK terakhir melakukan berbagai cara agar keberadaan Harun segera diketahui, salah satunya dengan meminta bantuan National Central Bureau Interpol.(lkf)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
26:14
03:06
09:42
08:53
13:18
03:07
Viral