Ilustrasi persidangan..
Sumber :
  • Istimewa

Perhitungan Kerusakan Lingkungan Kasus Timah Dinilai Perlu Ahli Berpengalaman

Rabu, 8 Januari 2025 - 19:22 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Sejumlah netizen ikut menyoroti soal perhitungan kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari aktivitas pertambangan timah dalam kasus korupsi timah.

Netizen mempertanyakan kebenaran dari perhitungan yang dilakukan oleh Pakar Forensik Kebakaran Indonesia dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo.

Diketahui, Bambang Hero menghitung, total kerusakan lingkungan sebesar Rp271 triliun yang terdiri dari Biaya Kerugian Lingkungan (ekologis) Rp183 triliun, Biaya Kerugian Ekonomi Lingkungan Rp75 triliun, dan Biaya Pemulihan Lingkungan Rp11 triliun.

Sorotan itu mulai dari Hastag #BambangHeroSalahHitung sampai #BambangHeroBiangKerok, dan #PerhitunganKasusTimahHalu sudah menuai belasan ribu komentar dan postingan.

Akun @GalaSkyz kesal kepada Bambang Hero karena membuat ekonomi hancur karena perbuatannya.

"Kerugian negara dihitung asal-asalan kayak gini malah bikin ekonomi makin anjlok. #BambangHeroBiangKerok banget sih ini, nggak ada solusi jelas," tulis @GalaSkyz yang dikutip pada Rabu (8/1/2025).

Kemudian, akun @Lailajaladin mengomentari dasar pehitungan Bambang Hero yang digunakan sudah sangat lama dan mendorong DPR RI untuk turun tangan.

"Dasar laporan 2014 buat hitungan kerugian negara itu udah ketinggalan banget, BambangHeroBiangKerok harusnya lebih profesional dong, ga boleh asal klaim gini, masyarakat perlu dorong DPR buat turun tangan," tulis @Lailajaladin.

Selain itu, @dashasyarifah juga ikut marah karena Bambang Hero tidak transparan dalam menjelaskan yang dapat menurunkan kepercayaan publik.

"Ga bisa dianggep remeh sih, harus butuh transparansi karena menyangkut kepercayaan publik dan keuangan negara," tulisnya.

Sementara, pemilik akun @Fadeelrahmat juga menyampaikan aspirasinya dalam komentarnya yang mempertanyakan keahlian Bambang Hero untuk melakukan perhitungan kerusakan lingkungan dari aktivitas pertambangan.

"Kok bisa prof kebakaran hutan ngurus tambang? beda banget ilmunya, udah gitu salah hitung lagi. Rugi negara dong," tulis @Fadeelrahmat.

Sebelumnya, dalam persidangan, 2 Ahli Geologi yang sekaligus memiliki sertifikat Competent Person Indonesia (CPI) dihadirkan sebagai saksi ahli, yakni Albert septario tempessy dan Syahrul.

Bukaan lahan di tahun 2015-2022 hanya sebanyak 32,75 hektar. Berbeda dengan hitungan yang dilakukan Bambang Hero seluas 170.363 hektar.

Syahrul memberikan pemaparan komprehensif tentang kondisi geologi serta dampak aktivitas tambang yang mencangkup analisis data selama 4 bulan dari berbagai sumber, termasuk studi literatur, wawancara dengan instansi, serta data satelit.

"Kami ingin memaparkan hamparan timah di Provinsi Bangka Belitung itu 45,09 persen. 54 persen yang bukan pembawa timah," kata Syahrul dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Hasil analisis awal, IUP PT Timah di Provinsi Bangka Belitung terbagi dalam 59 persen di Area Penggunaan Lain (APL), 40,17 persen di Hutan Produksi, dan 0,02 persen di Hutan Lindung.

Dalam proses analisisnya, Syahrul menggunakan citra satelit yang berbayar dengan resolusi tinggi 0,5 meter, kemudian membandingkan dengan yang gratis dengan resolusi 15 meter.

"Jadi kami membeli data karena kita tidak percaya 100 persen, kita membandingkan dengan apa yang berbayar. Jika beli, kita bandingkan. Ada perbedaan, tapi tidak terlalu signifikan, tetap lebih bagus yang bayar," jelas Syahrul.

Dalam interpretasikan bukaan lahan melalui citra satelit, Syahrul membagi dalam 3 periode, yakni periode pertama sebelum tahun 2015, periode kedua tahun 2015-2022, dan periode ketiga setelah tahun 2022.

Periode pertama ditemukan bukaan lahan 213 hektar, kemudian periode kedua ditemukan bukaan lahan hanya 32,75 hektar, dan paling sedikit di periode ketiga sebanyak 20 hektar.

"Ini kami membandingkan bukaan lahan tersebut terhadap overlay dengan kawasan hutan. Jadi ada bukaan yang di dalam kawasan hutan. Ada yang di dalam APL kawasan hutan," jelasnya.

Syahrul memberikan penjelasan, orang yang bukan ahlinya jika melakukan perhitungan bukaan lahan timah, akan mendapatkan kesulitan untuk membedakan antara bukaan lahan timah dan non timah.

"Di Bangka ada 9 formasi, kemudian di Belitung itu ada kurang lebih sekitar 10 formasi. Apa itu formasi? formasi itu adalah batuan yang terbentuk di sana di mana dia memiliki jenis litologi yang berbeda," jelas Syahrul.

"Jadi bisa saja, kalau kita lihat, mungkin warnanya putih, tapi yang putih itu bukan menandakan  bahwa itu semua adalah bekas penambahan timah. Misalnya di warna putih, itu adalah bekas penambahan antara lain. Contohnya mungkin Pasir Silika Atau yang lain, Kaolin," tambahnya.

Dalam interpretasi bukaan lahan tambang, diperlukan pengalaman dan jam terbang yang tinggi agar tidak terjadi rancu dan data yang tidak valid.

"Ketajaman ini bisa diperoleh adalah, seseorang itu memiliki pengalaman atau jam terbang, terutama di dalam suatu komoditas. Nah, tetapi sepintas, kalau kita menggunakan yang free access, di sini kita bisa terjadi bias," papar Syahrul.

"Terlihat di sini yang pertama, adanya awan, awan ini akan menjadi rancu, artinya ini bisa diinterpretasi atau tidak. Kemudian yang kedua, terlihat di sini ada bukaan yang cukup besar, menjadi pertanyaannya, area ini area bukaan tambang atau bukan? Nah, di sinilah yang dibutuhkan ketajaman, jam terbang untuk melakukan interpretasi. Coba kita beralih ke sisi bagian yang berbayar. Nah, kalau kita lihat yang berbayar, terlihat di sini perbedaannya, sangat signifikan," sambungnya.(lkf)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
03:06
04:32
01:23
03:07
02:33
04:17
Viral