- istimewa
Kritik Keras Rocky Gerung soal Pagar Laut 30 KM di PIK 2: Tak Mungkin Ini Kerja Bandung Bondowoso!
Jakarta, tvOnenews.com - Keberadaan pagar laut sepanjang 30 kilometer di dekat kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN) Tropical Coastland, PIK 2 mendadak viral di media sosial, dan mengundang perhatian luas dan spekulasi publik.
Pertanyaan utama yang mencuat di tengah publik, yakni, siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas pemasangannya?
Bahkan, pagar laut ini juga tak hanya menyita pandangan publik, melainkan pengamat politik Rocky Gerung.
Rocky Gerung: Tidak Mungkin Ini Kerja Bandung Bondowoso
Sorotan semakin tajam setelah pengamat politik Rocky Gerung menyampaikan kritik keras melalui kanal YouTube-nya pada Kamis (9/1/2025).
Ia menilai ketidakjelasan ini membingungkan banyak pihak.
"Hingga saat ini, belum ada klarifikasi resmi dari pemerintah. Tidak mungkin pagar sepanjang 30 km ini muncul semalam seperti karya Bandung Bondowoso," sindir Rocky.
Rocky juga mempertanyakan mengapa pemerintah bungkam terkait pemasangan pagar yang membentang dari PIK hingga Kabupaten Tangerang, Banten.
Ia menilai, tanpa penjelasan resmi, publik akan terus mencurigai adanya kepentingan tersembunyi.
"Pagar ini bisa menjadi simbol ketegangan baru. Pemerintah harus segera memberi penjelasan agar isu ini tidak berkembang liar," tambahnya.
Selain Rocky Gerung, Mantan pejabat Kementerian BUMN, Said Didu, turut menyoroti kasus ini.
Said Didu: Ada Negara dalam Negara?
Dalam unggahan di akun X pribadinya, ia menyebut bahwa lembaga negara mengetahui keberadaan pagar tersebut, namun enggan mengungkap identitas pihak yang bertanggung jawab.
"Pagar sepanjang puluhan kilometer ini melanggar hukum, tetapi semua pihak memilih diam. Apakah ini bukti ada negara dalam negara di PIK-2?" tulisnya, Selasa (7/1/2025).
Selain itu, ternyata pagar laut itu ada dampaknya pada nelayan.
Bahkan, keberadaan pagar laut ini juga memicu polemik politik, tetapi juga berdampak serius pada aktivitas nelayan tradisional dan ekosistem laut.
Menurut Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), pagar tersebut berpotensi digunakan untuk proyek reklamasi, sehingga akses nelayan ke wilayah tangkap menjadi terbatas.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga mengkritik keras aksi ini. Sekretaris DJPKRL KKP, Kusdiantoro, menyebut pemasangan pagar tanpa izin melanggar prinsip hukum laut internasional.
"Pemagaran laut tanpa izin menghambat akses publik, meningkatkan privatisasi, dan merusak ekosistem laut," tegasnya.
Pagar misterius ini dilaporkan melintasi enam kecamatan di Kabupaten Tangerang, dengan struktur bambu setinggi enam meter. Hambatan ini mengganggu aliran air laut dan menghancurkan habitat laut.
Ombudsman RI: Desakan Sinergi Pemerintah
Ombudsman RI mendesak pemerintah pusat, kementerian terkait, dan pemerintah daerah untuk segera menyelesaikan permasalahan ini.
Menurut anggota Ombudsman RI, Hery Susanto, koordinasi lintas sektor diperlukan guna melindungi hak nelayan sekaligus menjaga kelestarian ekosistem laut.
"Sinergi pemerintah adalah kunci untuk menghentikan aktivitas ilegal ini dan memastikan ruang laut tetap menjadi milik bersama yang adil," ujarnya.
Hingga kini, keberadaan pagar laut sepanjang 30 km ini terus menjadi misteri, menunggu jawaban tegas dari pihak berwenang.
Di tengah spekulasi yang berkembang, masyarakat berharap adanya transparansi agar isu ini tidak memicu konflik lebih lanjut. (aag)