Eks Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu.
Sumber :
  • Istimewa

UU Kejaksaan Menuai Polemik, Leniensi Disebut Jadi Peluang Rentan Penyelewengan

Jumat, 24 Januari 2025 - 20:57 WIB

Jakarta, tvOnenews.com – Kewenangan yang berlebihan dimiliki oleh kejaksaan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 menuai polemik.

Eks Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu turut mengkritisi hak leniensi kejaksaan.

Dalam dialog publik bertajuk ‘UU Kejaksaan antara Kewenangan dan Keadilan Masyarakat’ Erwin menyebut hak leniensi ini adalah untuk menuntut ringan pelaku pidana.

’’Limitasinya tidak jelas, dan menjadi rentan penyelewengan. Dalam rancangan perubahan UU Kejaksaan ini, batasnya makin kabur,” kata Erwin, Jakarta, Jumat (24/1/2025).

Erwin meencontohkan kasus Pinangki Sirna Malasari, pegawai Kejaksaan Agung yang sempat viral karena menemui buron kakap kasus perbankan Djoko Tjandra.

Menurutnya dalam kasus tersebut Kejaksaan hanya menuntutnya empat tahun dan denda Rp500 juta.

Kata Edwin hal ini menunjukkan komitmen yang lemah terhadap praktek korup di tubuh kejaksaan itu sendiri.

’’Jabatannya cuma Kasubag Pemantauan dan Evaluasi loh. Di bawah Kepala Biro. Pertemuan itu sulit dielakkan ada restu pimpinan, setidaknya atas sepengetahuan. Kita tidak tahu, kan,’’ ucapnya.

Selain itu, Edwin juga menyebut sejumlah contoh kasus lainnya yang menunjukkan fenomena no viral no justice.

’’Kita pernah dengar ada kasus Valencia alias Nensyl, yang diproses karena memarahi suaminya yang mabuk. Kejaksaan sempat menuntutnya satu tahun, tapi karena viral, kemudian tuntutannya menjadi bebas. Juga kasus pemelihara landak di Bali. Yang setelah viral baru mendapatkan keadilan,’’ katanya.

Sementara itu, Pakar hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar turut serta memberikan ernyataan senada terkait kobntradiksi yang dilakukan kejaksaan.

Ia mencontohkan kasus Jaksa Pinangki yang dinilai memiliki kontradiksi dalam keputusannya.

’’Pada dasarnya seorang jaksa itu bisa menggunakan hukum hati Nurani. Tapi, jika parameternya tidak jelas, berpotensi untuk disalahgunakan. Bagaimana bisa pertimbangannya itu karena dia seorang ibu bla bla dan sebagainya, masih punya anak kecil, lalu kemudian dituntut dengan hukuman yang sederhana. Padahal, di tempat (kasus) lain, disparitas (pertimbangannya) jauh,’’ kata Zainal dalam kesempatan yang sama.

Selain itu, Zainal mengkritisi spirit dan pertimbangan yang tidak tepat hingga  kemudian menjawab fenomena kenapa setelah viral baru bergerak.

“Parameter dan pertimbangannya harus benar-benar pas dan bisa diterapkan kepada siapa pun,” kata Zainal.

“Nah, saya bayangkan harus ada parameter yang jelas supaya orang tidak menduga macam-macam. Jangan-jangan karena ini jaksa dengan jaksa, lalu ada pertimbangan yang njelimet-njelimet seperti seakan-akan menggali betul, ini (Pinangki) adalah ibu. Tapi, di kasus lain, pertimbangannya menjadi sangat berbeda,” sambungnya. (raa)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
02:41
05:28
05:54
02:24
01:44
03:36
Viral