- Syifa Aulia-tvOne
Polemik RUU TNI, Akadmisi: Langkah Strategis Menuju Militer Profesional dan Adaptif di Era Modern
Rizky Yusro menilai bahwa kebijakan ini memiliki potensi positif dalam memanfaatkan keahlian prajurit dalam bidang tertentu, seperti manajemen krisis dan pertahanan nasional. Namun, mereka juga mengingatkan perlunya mekanisme seleksi yang obyektif, seperti open bidding dan pengawasan eksternal, guna menghindari kembalinya dwifungsi TNI.
"Kita jangan terframing oleh satu sudut pandang yang kontra saja namun kita juga harus fair menilai dari sudut pandang yang lain bahwa Tidak semua jabatan sipil harus bisa diisi oleh prajurit aktif dan info terbaru hanya ada 16 Kementerian dan Lembaga saja yang boleh di isi oleh prajurit militer dan 16 Kementerian/Lembaga itu juga masih dalam ruang lingkup Keamanan dan Pertahanan", ujar Dosen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan, Bandung ini.
Ia juga menambahkan bahwa masyarakat tidak boleh skeptis berlebihan terhadap RUU TNI ini, mengingat perkembangan sistem demokrasi yang lebih terbuka saat ini.
"Kita harus percaya satu sama lain dan jangan mau di adu-domba oleh oknum oknum yang mengambil manfaat dari ketidakstabilan politik Indonesia, sehingga jangan juga terlalu skeptis bahwa ada pepatah yang mengatakan setiap masa ada orangnya setiap orang ada masanya, ini membuktikan bahwa tidak bisa kita secara bulat membandingkan apa yang terjadi dimasa lampau dengan dimasa sekarang, apalagi di zaman yang sudah sangat terbuka seperti sekarang ini yang "NO VIRAL, NO Justice" jika ada kedepan ada oknum-oknum Prajurit TNI yang menduduki Jabatan sipil yang melanggar Hukum ya tinggal kita viralkan", ujar pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bandung 2017-2018
"Adapun catatan yang harus diperhatikan adalah terkait Aturan turunan dari Undang-Undang TNI ini misalnya terkait penempatan prajurit militer di jabatan Sipil Perlu ada batasan golongan jabatan militer yang bisa menempati jabatan sipil paling rendah berpangkat mayor dan dijabatan sipilnya tidak lebih dari eselon II, kecuali dalam kondisi tertentu yang membutuhkan keahlian teknis militer, diluar dari pimpinan Kementerian/Lembaga yang merupakan Hak Prerogatif Presiden", sambungnya.
RUU TNI juga mencakup usulan kenaikan usia pensiun, yang bertujuan mempertahankan pengalaman perwira senior. Namun, kebijakan ini juga menimbulkan tantangan baru dalam regenerasi kepemimpinan dan efisiensi fiskal.
"Terkait kenaikan usia pensiun saya kira ini merupakan satu kesatuan dari UU ASN, UU Kejaksaan dan Juga UU POLRI yang saat ini juga sedang dalam pembahasan Revisi draft pasalnya sepertinya kurang lebih sama dengan yang TNI namun memang yang harus menjadi perhatian adalah Pemerintah perlu memastikan bahwa kenaikan usia pensiun tidak menyebabkan surplus perwira non-job yang dapat menghambat rotasi jabatan dan promosi perwira muda dan kebijakan ini harus disertai dengan proyeksi dampak fiskal yang jelas, termasuk biaya pensiun, tunjangan kesehatan, dan dampaknya terhadap anggaran pertahanan", ujar Rizky.